Cursor

SpongeBob SquarePants Mr. Krabs

Wednesday, December 28, 2011

Sisi Lain dari Masalah Pertanian

(Oleh: Rifky Rizkiantino B04110032)

Jika kita mendengar atau mengucapkan istilah pertanian, mungkin sebagian besar dari kita akan membayangkan sawah, kebun, ladang, padi atau hal-hal lainnya yang hanya berhubungan dengan pertanian tanaman budi daya. Padahal sebenarnya pertanian merupakan suatu kegiatan untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup manusia yang berupa papan, sandang, dan pangan. Kebutuhan papan atau tempat tinggal dapat kita peroleh dari bahan-bahan alam yang dapat diambil dari komunitas hutan atau budi dayanya. Begitu juga kebutuhan sandang atau pakaian yang dapat kita ambil dari hasil budi daya tanaman serat yang ada. Sedangkan kebutuhan pangan adalah kebutuhan yang memiliki banyak diversitas, dimana pangan dapat manusia peroleh dari hasil budi daya tanaman atau budi daya hewan, baik hewan darat maupun hewan air. Keadaan ini membuktikan bahwa pertanian bukan hanya berbicara mengenai kebutuhan pangan asal tanaman saja, namun juga berbicara mengenai bidang kehutanan, peternakan, perikanan, serta bidang-bidang lainnya yang mendukung kegiatan pertanian dalam arti luas tersebut.

Begitu luasnya makna dari pertanian, menjadikan pertanian memiliki arti yang vital bagi kehidupan umat manusia. Berpuluh-puluh tahun manusia melakukan pemuliaan terhadap sumber bahan-bahan yang mampu memenuhi ketiga kebutuhan pokoknya tersebut. Salah satunya adalah pemuliaan sumber pangan yang berasal dari hewan.

Hewan merupakan salah satu sumber pangan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Dengan mengonsumsi pangan asal hewan, manusia mendapatkan suatu keseimbangan sumber energi bagi aktivitasnya sehari-hari. Karena tanaman tidak selalu dapat memenuhi sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia untuk tumbuh dan berkembang, hal ini membuat manusia menambahkan hewan dalam “daftar menunya” sehari-hari. Walaupun pangan asal hewan memberikan manfaat yang lebih kepada manusia, namun pada kenyataannya selalu diikuti dengan berbagai masalah. Salah satu masalah yang pernah ada adalah masalah mengenai cara manusia dalam memperlakukan hewan untuk dapat memperoleh sumber pangan hewani bagi kehidupannya. Masih hangat di telinga kita mengenai kabar di negara ini  tentang kasus cara manusia dalam memperlakukan hewan konsumsi yang dinilai tidak berprikemanusiaan. Dengan semena-mena manusia memperlakukan hewan tersebut untuk mendapatkan hasil produknya. Berbagai perlakuan kasar, seperti: memaksa sapi untuk jatuh dengan melukai kaki sapi dengan dalih agar sapi tersebut tidak berdiri kembali sehingga memudahkan pemotongan atau memberikan sapi tersebut air hingga mati agar daging yang diperoleh terlihat tampak lebih gemuk dan besar adalah sebagian kecil masalah yang ada dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan asal hewan. Jika ditinjau dari beberapa perspektif,  hal tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi manusia. Dalam sudut pandang kesejahteraan hewan misalnya, keadaan ini dinilai telah melanggar konsep kesejahteraan hewan yang ditetapkan dan diakui secara internasional oleh organisasi kesehatan hewan dunia, yaitu Office International des Epizooties (OIE), sehingga menyebabkan impor sapi yang selama ini dilakukan oleh Australia dihentikan secara sepihak oleh pihak yang mengimpor. Indonesia yang notabene adalah pihak yang diimpor menyikapi keaadaan ini sebagai keadaan yang merugikan bagi bangsanya karena hal ini dapat mengganggu stabilitas sumber daging bagi rakyatnya. Padahal menurut penulis, momen ini dapat dijadikan sebagai sebuah batu loncatan bagi para peternak lokal untuk mengembangkan usaha bagi negerinya sendiri. Bukannya penulis menganggap perilaku kasar yang ditujukan pada sapi impor tersebut sebagai suatu hal yang menguntungkan, namun lebih kepada usaha introspeksi diri dalam mengembangkan potensi bangsa. Memang memperlakukan hewan secara kasar tidak dibenarkan. Bahkan salah satu peraih nobel perdamaian, Mahatma Gandhi, pernah berkata bahwa sebuah negara dikatakan negara besar dapat dilihat dari bagaimana cara negara tersebut memperlakukan hewan di negerinya. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang belum dapat dikatakan sebagai negara besar karena dalam memperlakukan hewannya saja, Indonesia belum mampu untuk menyediakan kesejahteraan bagi para hewan di negerinya sendiri. Sungguh ironis memang, jika Indonesia yang selama ini dianggap dan “menganggap” dirinya sebagai salah satu negara yang masyarakatnya ramah dan menjunjung tinggi norma-norma yang ada, namun justru keadaan sebenarnya tidak demikian.

Seperti yang penulis utarakan pada paragraf sebelumnya mengenai kasus penghentian impor sapi oleh Australia kepada Indonesia, seharusnya Indonesia mampu mengambil kesempatan ini untuk melepaskan diri dari ketergantungan impor daging pada negara lain. Indonesia memiliki potensi yang besar dalam mengusahakan swasembada daging untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Kuncinya hanya satu, yaitu dapat menyadari wilayah negeri sebelah manakah yang cocok untuk dijadikan sebagai wilayah pengembangan swasembada daging. Wilayah sebelah timur adalah wilayah yang cocok untuk mengembangkan usaha tersebut. Sapi yang terdapat di wilayah ini tidak kalah keadaan dan kualitasnya jika dibandingkan dengan sapi yang berasal dari Australia. Namun masalahnya sekarang adalah bagaimana mengembangkan potensi sumber daya manusia yang ada untuk mengelola sumber daya alam yang telah disediakan oleh tanah negeri ini. Dalam hal inilah dibutuhkan adanya kerja sama yang sinergis dari berbagai ahli yang memiliki kompetensi dalam bidang tersebut. Disinilah peran mahasiswa seharusnya dapat ditonjolkan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari salah satu tri dharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian terhadap masyarakat, sehingga fungsi tersebut dapat benar-benar terwujud. Mahasiswa peternakan dapat menggunakan kemampuannya untuk menghasilkan bibit dan pakan unggul bagi para peternak sehingga dapat diperoleh hasil yang sesuai dengan keinginan. Mahasiswa kedokteran hewan pun dapat mengambil perannya dalam bidang medis maupun kesejahteraan hewan yang diternakkan sehingga kondisi fisik dan mental hewan tersebut dapat terjaga dengan baik. Karena kondisi fisik dan mental dari seekor hewan ternak dapat memengaruhi kualitas sumber pangan yang dihasilkan oleh hewan tersebut. Mahasiswa pun juga dapat memberikan penyuluhan yang benar terhadap cara mengelola suatu usaha peternakan dengan baik. Namun, dalam hal ini juga seharusnya pemerintah dapat memberikan andilnya dengan cara lebih memerhatikan kehidupan para peternak agar dapat mengembangkan usaha ternaknya. Memberikan kesempatan dan modal pada peternak merupakan suatu langkah kecil namun nyata yang dapat diberikan oleh pemerintah. Hal tersebut juga merupakan bentuk suatu dukungan moril terhadap peternak agar lebih percaya diri dalam mengembangkan peternakannya. Dengan adanya kerja sama yang baik dari berbagai pihak terkait, mungkin dapat merealisasikan slogan swasembada daging yang selama ini hanya dijadikan sebagai sebuah slogan semata oleh pemerintah. Justru bukan malah mempersoalkan penghentian impor tersebut secara berlarut-larut atau malah menurunkan seorang ahli dari sebuah tanggung jawab yang memang sudah menjadi keahliannya.

Sunday, December 11, 2011

SEBUAH SURAT UNTUK DOKTER HEWAN DAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN

Rekan sejawat yang terhormat,


Jika Anda masih ragu untuk menapaki jalan profesi ini, sebaiknya cepatlah menepi dan meyakinkan diri, Anda harus mundur.

Daripada Anda mengorbankan nyawa hewan yang sesungguhnya juga punya makna karena keragu-raguan Anda itu.


Jika Anda masih hanya memikirkan dan membandingkan deretan angka dalam rupiah yang akan Anda peroleh selama menjalankan tugas mulia ini, sebaiknya segeralah mencari seseorang untuk berbisnis dengan Anda dan mengganti gelar medis veteriner yang terketik di depan kartu nama Anda dengan gelar yang dapat Anda gunakan untuk dapat memperoleh lembaran kertas merah berharga yang lebih banyak lagi.


Jika masih malu untuk mengakui diri sebagai tenaga medis bagi para hewan di luar sana, sebaiknya bergegaslah untuk mencari pekerjaan lain yang menurut Anda lebih hebat.


Dan jika berpikir menjadi seorang dokter hewan hanya untuk semata-mata bergaya dengan jas putih dan stetoskop di leher sehingga Anda bisa mendapatkan decak kagum tetangga dan orang-orang di sekitar, sebaiknya segeralah tanggalkan dua benda luhur itu dan simpanlah rapat-rapat di lemari kamar Anda.


Dokter hewan diciptakan bukan untuk itu kawan……


Memilih menjadi dokter hewan bukan hanya sekedar agar bisa bergaya dengan rumah mewah dan jas putih kebanggaan di depan semua orang. Bukan cuma hanya sekedar pelampiasan emosi diri yang tertolak dalam jurusan yang kita inginkan.


Menjadi seorang dokter hewan, berarti jalan perjuangan. Tak lelah memerjuangkan hak hidup hewan-hewan di dunia. Yang selama ini tak pernah dihiraukan nyawanya oleh manusia egois yang seolah-olah menguasai bumi dengan keangkuhannya.


Menjadi dokter hewan, berarti memilih jalan kasih sayang antarmakhluk Allah di dunia. Ketika melihat seekor anak kucing kotor yang terlungkup lemas sendirian, dengan ikhlasnya kita mengelus dan memberinya secercah harapan tuk hidup dan tumbuh hingga ia dewasa.


Memilih menjadi dokter hewan, berarti memilih jalan pengabdian untuk sesama.
Mengabdi bagi masyarakat yang masih asing dengan daging dan susu setiap harinya.
Mengabdi untuk para pemilik ternak dan hewan yang masih enggan untuk membawa hewannya kepada seorang dokter hewan dengan berbagai alasan.


Menjadi dokter hewan, berarti memilih jalan empati.
Menjadi tim medis pemeriksa hewan di sekitar lokasi terjadinya bencana alam dengan tidak dibayar sepeser pun adalah hal yang lumrah.


Menjadi dokter hewan adalah memilih jalan kepedulian.
Dengan ikhlasnya memberikan tindakan medis di malam hari yang hujan kepada seekor anak kucing dekil yang dibawa oleh seorang nenek tua renta yang menangis-nangis meminta kucingnya itu agar disembuhkan.


Menjadi seorang dokter hewan berarti memilih jalan ketegasan. Ketika mendapati hewan yang tersakiti, maka kita seharusnya bisa dengan tegas berkata,”hewan juga merasakan sakit dan perbuatan itu harus dihentikan” .


Dokter hewan adalah sebuah frasa yang tak ringan maknanya.

Menjadi dokter hewan, berarti telah berkomitmen untuk memfokuskan pikiran kepada seluruh usaha penyembuhan pasien.

Dengan menjadi seorang dokter hewan, kita tidak hanya sekedar dituntut untuk dapat menyembuhkan pasien, namun kita juga dituntut untuk dapat menolong hati pemiliknya.


Dokter hewan adalah sepenggal harap bagi hewan di muka Bumi untuk dapat membantu mereka agar terus merasakan sejuknya udara di malam hari dan hangatnya sinar mentari di siang hari.


Dokter hewan adalah sebuah tanggung jawab besar, di mana setiap nyawa dan hembusan napas adalah makna bagi dirinya.


*NB:

Bukan maksud untuk menggurui, namun hanya ingin sekedar mengingatkan rekan sejawat kembali tentang tugas mulia kita yang seharusnya kita prioritaskan dalam mengamalkan secuil ilmu Allah yang kita peroleh.


Memang terbaca agak idealis, namun inilah kenyataan sebenarnya yang harus kita perjuangkan. Agar idealisme yang selama ini menjadi bahan olokan dan cemooh orang-orang diluar sana dapat terwujud menjadi sebuah realita yang dapat mengantarkan kebahagiaan bagi semua makhluk.


Menjadi kaya raya silahkan,

Menjadi terhormat pun silahkan,

Namun janganlah menjadikan itu sebagai tujuan utama hidup kita.


Profesi penyembuh adalah pekerjaan yang lebih mementingkan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan semata.

Karena bayaran yang sesungguhnya hanya dapat kita rasakan ketika kita telah benar-benar ada di kehidupan surga nantinya.

Dimana profesi apapun sudah tidak lagi dianggap hebat oleh siapapun.



11 Desember 2011

Rifky Rizkiantino

Viva Veteriner