Entah kenapa lupa tadi pagi pas banget saya baru membahas tentang fenomena bullying di masyarakat dengan orang spesial saya, terutama bulllying di sekolah sekolah. Dan serius, ini menjadi topik yang kiranya perlu pengawasan oleh guru, orangtua murid, maupun sesama murid di sekolah. Karena ini sangat sangat menyakitkan dan akan selalu berbekas di pikiran para korban bullying.
Bullying di sekolah itu sepertinya sudah terjadi dari sekian puluh tahun ke belakang. Tapi istilah bullying baru booming pada beberapa tahun terakhir ini. Saya pun pernah jadi korban bahan bully (baik verbal maupun fisik, tapi memang kebanyakan verbal sih 😂) sewaktu di SD hingga SMP dulu. Kelemahan saya dalam mata pelajaran olahraga menjadi sasaran empuk untuk teman teman sebaya waktu itu untuk mengejek saya di sekolah. Apalagi di kalangan murid-murid pria lainnya. Dulu pernah, muka kecil saya terhantam bola sepak dengan kecepatan keras hingga saya terjatuh, namun tidak ada sama sekali murid atau bahkan guru olahraga yang mencoba menolong atau membawa saya ke UKS atau memberikan pertolongan dalam bentuk lain. Yang ada hanya tertawa renyah seakan saya ini badut yang sedang melucu. Hingga pada akhirnya sudut lapangan menjadi tempat favorit saya berdiam diri saat pelajaran yang paling dibenci itu datang setiap minggunya. Semata-mata hanya agar tidak ingin terkena hantaman bola lagi, tidak ingin tidak diajak main lagi, dan tidak ingin dikatakan anak lemah lagi. Tidak ada yang menginginkan saya menjadi teman satu tim mereka saat permainan olahraga waktu itu, seperti sepak bola dan sejenisnya. Sangat sedikit teman yang mau bergaul dengan saya, baik murid pria maupun wanita. Hingga kondisi bully itu terus berlanjut hingga SMP dengan alasan bully yang sama.
Namun beruntungnya di SMP dulu saya bertemu dengan Lingga Jaya Saputra dan di SMA saya ketemu dengan Setyowati. Dua orang sahabat saya waktu jaman sekolah menengah dulu. Saya mulai mengenal dan mulai merasakan bagaimana mempunyai kawan di sekolah. Hingga hari ini tetap menjadi orang-orang yang lebih dari sahabat di mata saya. Yang tahu saya baik buruknya, yang mengenal jeleknya saya.
Lebih dari 6 tahun bully-an itu saya rasakan. Hingga membentuk pribadi seorang Rifky kecil yang rapuh, cengeng, suka menyendiri, dan selalu malas kalau harus mengenakan seragam olahraga. Seakan olahraga menjadi monster menakutkan setiap minggunya dan hanya berharap saat jam pelajaran itu tiba saya sakit atau izin tidak mengikuti pelajaran.
Did you know? Ini lah yang hingga saat ini terekam dalam memori jangka panjang saya tentang stigma negatif saya terhadap olahraga, terutama permainan beregu dalam olahraga seperti sepak bola, basket, dan sebagainya. Membuat rasa percaya diri saya luntur dalam bidang ini hingga akhirnya saya tumbuh menjadi pribadi yang introvert dan takut untuk tampil di depan umum.
Namun beruntungnya sampai saat saya masuk ke SMA dan bangku kuliah, saya disadarkan oleh lingkungan tempat saya belajar bahwa setiap anak punya potensi dan keunggulannya masing masing. Saya mungkin memang lemah di olahraga, dan silahkan siapapun boleh mengejeknya. Tapi, semakin saya menggali potensi saya. Saya menjadi semakin percaya diri bahwa saya ternyata memiliki potensi dan ketertarikan besar dalam bidang lain. Hingga saya mampu buat membuktikan, bahwa bullying justru mendorong saya untuk mengenal siapa diri saya, apa yang saya suka, apa yang saya bisa, dan apa kelebihan saya.
Bukan berarti bullying menjadi pendorong seorang anak tumbuh berkembang ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Tapi yang ingin saya sampaikan bahwa bullying memang sangat berbahaya, hingga tak jarang ada anak yang ingin mengakhiri hidupnya karena tidak ada sama sekali mendapatkan dorongan positif dari lingkungan terdekatnya.
Saya adalah salah satu korban bullying di masa lalu yang tumbuh menjadi anak kecil yang tidak percaya diri di depan umum, pemalu, introvert, insecure, dan rendah diri seolah saya memang lebih rendah dibandingkan murid lain. Biarpun seiring berjalannya waktu saya tumbuh menjadi dewasa karena saya menemukan beberapa teman yang bisa menghargai saya sebagai manusia, namun rasa trauma, phobia, dan benci terhadap kerumunan orang banyak maupun terhadap sepakbola dan permainan beregu olahraga lainnya masih tetap ada di ingatan saya hingga hari ini. Beruntungnya sudah banyak kemajuan untuk mengontrol rasa phobia itu dan menjadi orang yang sedikit percaya diri.
Bullying itu berbahaya. Oleh karena itu, tolong. Stop kegiatan unfaedah bernama bullying di sekolah, terutama di sekolah sekolah dasar di mana murid pada usia tersebut sangat merekam apapun kejadian yang dialaminya di masa itu. Jaga adik adik, sepupu, keponakan, atau anak anda dari kegiatan bullying. Jangan sampai menjadi korban kegiatan bodoh ini. Responlah orang orang terdekat Anda yang mungkin mulai terlihat berubah atau bersikap aneh dari sebelumnya. Karena kita ga pernah tau, bagaimana kondisi mentalnya saat itu.
Please caring and loving each others, let's making a friendship, giving a big hug for everyone who need, and stop bullying.