Cursor

SpongeBob SquarePants Mr. Krabs

Wednesday, January 18, 2012

MAKALAH PPKH

MAKALAH
PENGHAYATAN PROFESI KEDOKTERAN HEWAN
Tentang
Peranan Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta Jakarta dalam Menjaga Stabilitas Kondisi Kesehatan Ikan di Indonesia
 
 
Disusun oleh:
                1.  Selma Anggita                                  (B04110031)
                2.  Rifky Rizkiantino                             (B04110032)
                3.  Alamsah Firdaus                               (B04110033)
                4.  Gina Meilisa Sitorus                         (B04110034)
                5.  Rahajeng Harnastiti                          (B04110035)
 
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
 
PENDAHULUAN
 
            Definisi hewan menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara atau yang di habitatnya. Salah satu satwa yang dimaksud dalam definisi tentang hewan di atas adalah binatang yang seluruh atau sebagian siklus hidupnya berada di air. Hewan-hewan tersebut dapat berupa jenis Crustaceae, Mollusca, Echinodermata, dan seluruh jenis ikan serta beberapa jenis mamalia air. Hewan aquatik ini juga memiliki  fungsi dalam kehidupan manusia, baik sebagai bahan pangan manusia, sarana pendidikan, dan juga beberapa jenis di antaranya dapat menjadi hospes perantara zoonosis yang dapat mengganggu serta menurunkan derajat kesehatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semakin bersifat globalnya interaksi manusia sekarang ini menjadikan lalu lintas peredaran ikan dan satwa aquatik lainnya antarwilayah negara di dunia, baik yang bersifat alami maupun sebagai akibat dari kegiatan manusia seperti kegiatan eskpor impor, semakin terbuka. Dengan begitu, jalur persebaran penyakit pada ikan dan satwa aquatik lainnya yang berpeluang merugikan manusia dan hewan itu sendiri juga dapat semakin mudah untuk meluas penyebarannya. Maka dari itu, perlu adanya suatu lembaga pemerintah yang khusus menangani hal tersebut di dalam wilayah suatu negara.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri memiliki Balai Besar Karantina Ikan serta Balai dan Stasiun Karantina Ikan di wilayah kedaulatannnya sebagai lembaga pemerintah yang bertugas dalam menjaga stabilitas kesehatan ikan dan satwa aquatik lain yang berada di wilayahnya. Jumlah dari Balai Besar Karantina Ikan yang ada sebanyak dua buah yang berlokasi Jakarta dan Makassar, sedangkan Balai dan Stasiun Karantina berjumlah 43 lokasi yang tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia, seperti: Sentani, Medan, dan Tanjung Priok. Dalam hal ini, penulis akan mencoba membahas mengenai salah satu Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta yang berlokasi di Ibukota Jakarta. Dengan berbagai laboratorium dan fasilitas yang dimiliki oleh badan pemerintah ini, menjadikannya dapat diandalkan dalam menjaga ketahanan terhadap kesehatan ikan di Indonesia. Namun dalam menjalankan tugasnya, lembaga ini mendasarkan pengertian ikan sendiri sebagai semua biota laut perairan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di dalam air dalam keadaan hidup atau mati termasuk bagian-bagiannya (definisi ini terdapat dalam brosur pelayanan Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta). Sehingga kategorinya dapat diperluas, menjadi: ikan bersirip (Pisces); udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya (Crustacea); kerang, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (Mollusca); ubur-ubur dan sebangsanya (Coelenterata); teripang, bulu babi, dan sebangsanya (Echinodermata); kodok dan sebangsanya (Amphibia); buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan sebangsanya (Reptilia); paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya (Mamalia); rumput laut dan tumbuhan air lain yang hidupnya di dalam air (Algae); dan biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut diatas, termasuk ikan yang dilindungi. Hal ini menjadikan objek yang dikaji dan dikontrol keberadaannya oleh Balai Besar Karantina Ikan milik Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia ini semakin bertambah dan tidak hanya sebatas ikan yang didefinisikan sebagai satwa saja.
Salah satu fasilitas yang terdapat pada Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta adalah laboratorium penguji yang telah terakreditasi sejak tanggal 24 September 2004 yang mengacu kepada ISO/IEC 17025-2005 dan telah tereakreditasi kembali pada tahun 2008. Dengan standar laboratorium penelitian kelas III dunia, membuat laboratorium penguji ini mengembangkan teknik penelitian yang tidak hanya sekedar secara konvensional namun juga sudah mengaplikasikan bioteknologi yang telah banyak dipakai oleh laboratorium-laboratorium penelitian di seluruh dunia. Contoh dari bioteknologi yang dipakai adalah metode PCR atau Polymerase Chain Reaction dalam mengidentifikasi bahan genetik, DNA atau RNA, dari sebuah bakteri dan/atau virus. Kolmodin dan Birch (2002) berpendapat bahwa PCR merupakan salah satu prosedur dalam mempelajari DNA di mana dilakukan perbanyakan DNA dengan menggunakan suatu mekanisme di luar sel. PCR menggunakan sistem amplifikasi DNA dengan primer mediated enzyme pada suatu klon DNA tertentu atau sekuen DNA genom. Viljoen et al. (2005) menemukan bahwa PCR dipublikasikan pertama kali pada 1985 oleh Kary Mullis.
 
 
BAB I
PROFIL BALAI BESAR KARANTINA IKAN SOEKARNO-HATTA
 
1.1   Visi, Misi, dan Kegiatan Operasional dari Balai Besar Karantina Ikan
 Soekarno-Hatta
 
Visi dari Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta adalah mewujudkan karantina ikan yang modern, tangguh, profesional, dan terpercaya. Dalam visi mengandung beberapa makna sebagai berikut: Modern, mengandung makna bahwa dalam penyelenggaraan karantina ikan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini; Tangguh, mengandung makna bahwa karantina ikan mampu berperan sebagai filter yang efektif terhadap penyebaran hama dan penyakit ikan karantina yang berbahaya, sehingga mampu melindungi dan menjaga kelestarian sumber daya hayati perikanan; Profesional, mengandung makna dalam penyelenggaraan karantina ikan didukung oleh personil yang mempunyai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang baik dengan menggunakan sarana dan prasarana yang memadai sehingga mampu memberikan pelayanan jasa karantina ikan secara prima; dan Terpercaya, mengandung makna bahwa dalam penyelenggaraan karantina ikan menggunakan metode-metode standar internasional sehingga mampu memberikan jaminan kualitas melalui pemberian sertifikat kesehatan ikan.
Sedangkan misi dari Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta meliputi:
1.    Melindungi dan menyelamatkan kelestarian sumber daya hayati ikan dari hama dan penyakit ikan karantina,
2.    Pengembangan teknik dan metode karantina ikan,
3.    Pengembangan sistem infomasi karantina ikan,
4.    Penegakkan supremasi hukum bidang karantina ikan, dan
5.    Pengembangan sistem administrasi perkantoran.
Kegiatan operasional yang dijalankan oleh Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta meliputi kegiatan tindakan karantina ekspor impor dan antararea domestik masuk dan domestik keluar.
 
 
1.2   Tugas Pokok dan Tugas Tambahan Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta
Lembaga pemerintah ini memiliki tugas pokok, yaitu melaksanakan pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan karantina (HPIK) dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain memiliki tugas pokok, Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta juga memiliki tiga tugas tambahan yang setiap tugasnya didasarkan pada dasar hukum yang berbeda, yaitu:
1.    Mengawasi dan mengontrol jenis ikan yang tidak boleh diimpor ke dalam wilayah Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.PER.17/MEN/2009 tentang Jenis Ikan yang Dilarang Impor. Jenis-jenis ikan tersebut antara lain terdapat dalam tabel 1.1 sebagai berikut:
Tabel 1.1 Daftar jenis ikan yang dilarang impor
No.
Jenis Ikan
No.
Jenis Ikan
1.
Colomesus psittacus
(Bended Puffer)
16.
Pygocentrus cariba (Black Spot Piranha)
2.
Tetraodon duboisi
(Ocellated Puffer)
17.
Serrasalmus sanchezi (Ruby-red Piranha/Ruby-red Throated Piranha)
3.
Tetraodon lineatus
(Nila Puffer/Globe Fish/Fahaka Puffer)
18.
Serasalmus gibbus (Gibbus Piranha)
4.
Tetraodon mbu (Freshwater Puffer Fish)
19.
Serrasalmus rhombeus (Red Eye Piranha)
5.
Tetraodon miurus (Staenlypool Puffer)
20.
Serrasalmus spilopleura (Speckled Piranha)
6.
Branchioica bertonii/Paravandellia oxyptera (Pantanal Parasitic Catfish)
21.
Serrasalmus serrulatus (Serrated Piranha)
7.
Branchioica magdalenae/Paravandellia phaneronema (Pencil Catfish)
22.
Pristobrycon striolatus
8.
Paracanthopoma parva
23.
Metynnis agrenteus (Silver Dollar)
9.
Plectrochilus diabolicus
24.
Bramocharax bransfordii (Long Jaw Tetra)
10.
Plectrochilus saguineus
25.
Esox americanus (Redfin Pickerel)
11.
Vandellia balzanii
26.
Esox lucius (Northen Pike)
12.
Vandellia baccarii
27.
Esox masquinongy (Meskellunge)
13.
Vandellia cirrhosa (Candiru)
28.
Electrophorus electricus (Electric Eel)
14.
Pygopristis denticulata/Serrasalmus denticulatus
(Golden Piranha/Big-toothed Piranha/Lobe-toothed Piranha)
29.
Plectrochilus wieneri
15.
Pygocentrus nattereri (Red Piranha/Red Bellied Piranha)
30.
Plectrochilus machadoi
 
2.    Mengawasi dan mengontrol jenis ikan yang tidak boleh diekspor ke luar wilayah Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 214/Kpts/Um/1973 tentang Jenis Ikan yang Dilarang Ekspor. Jenis-jenis ikan tersebut antara lain terdapat dalam tabel 1.2 sebagai berikut:
 
 
 
Tabel 1.2  Daftar Jenis ikan yang dilarang ekspor
No.
Jenis Ikan
1.
Benih Sidat (Anguilla sp.) ukuran diameter 5 mm
2.
Nener/benih ikan bandeng (Chanos chanos var.)
3.
Calon induk botia ukuran > 15 cm (Botia macracanthus)
4.
Udang galah ukuran < 8 cm (Macrobrachium rosenbergi)
 
3.    Memberikan bantuan teknis ke Unit Pelaksana Teknis Balai dan Stasiun Karantina Ikan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 21/2008
 
1.3  Fungsi Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta
Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta didirikan untuk mengemban beberapa fungsi, di antaranya:
1.    Pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa hama dan penyakit ikan,
2.    Pembuatan koleksi hama dan penyakit ikan serta media pembawa hama penyakit ikan dan hama penyakit ikan karantina,
3.    Pengumpulan dan pengolahan data tindakan karantina ikan,
4.    Pemantauan daerah sebar hama dan penyakit ikan karantina,
5.    Pelaksanaan pengawasan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan perkarantinaan ikan,
6.    Pengelolaan urusan keuangan, rumah tangga, dan tata usaha, dan
7.    Dapat memberikan dukungan teknis kegiatan perkarantinaan kepada Balai dan/atau Stasiun Karantin Ikan.
 
1.4   Dasar Hukum Pelaksanaan Kegiatan Balai Besar Karantina Ikan
 Soekarno-Hatta
      Dalam melaksanakan tugas pokok, tugas tambahan, serta fungsinya, lembaga pemerintah ini memiliki dasar atau landasan hukum yang menaungi setiap tindakan dan prosedurnya. Dasar hukum yang dimaksud, seperti:
1.    Undang-Undang No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan,
2.    Peraturan Pemerintah no. 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan,
3.    Keputusan/Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia, dan
4.    SPS-WTO dan ketentuan OIE (Office International des Epizooties).
 
1.5  Stuktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta
 
1.5.1      Struktur Organisasi (Per Men DKP No. 21/MEN/2008)

1.5.2         Sumber Daya Manusia
 
              Balai Besar karantina Ikan Soekarno-Hatta memiliki sumber daya manusia dengan jumlah 84 orang yang terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan tugas yang diemban oleh masing-masing individu. Terdapat juga seorang dokter hewan yang memiliki jabatan fungsional serta bertugas dalam laboratorium parasit dan sebagai pengawas laboratorium lainnya. Dalam hal ini membuktikan bahwa seorang dokter hewan juga berperan penting dalam hal menjaga kesehatan hewan apapun, termasuk ikan dengan bekerja di dalam sebuah Balai Besar Karantina Ikan.  Berikut merupakan rincian dari sumber daya manusia yang dimiliki oleh Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta:
Tabel 1.3 Sumber Daya Manusia Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta
No.
Tingkat Pendidikan
Yang ada
Keterangan
1.
S2
6
Struktual               11
PHPI/Teknis          35
Administrasi          17
Tenaga Kontrak    21
2.
S1/D IV
32
3.
D III
8
4.
SUPM
8
5.
SMA
19
6.
SMP/SD
11
Jumlah
84
 
 
1.6   Laboratorium Penguji
        Salah satu fasilitas yang dimiliki oleh Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta adalah laboratorium penguji yang terdiri dari beberapa bagian, di antaranya:
1.                                                                                   Bagian Parasit: melakukan prosedur nekropsi, observasi patologi anatomi, pembuatan sediaan parasit, pengamatan parasit secara mikroskopis, dan mengambil gambar parasit dengan teknologi digital.
2.    Bagian Cendawan: isolasi cendawan, membiakkan cendawan pada media SDA, pewarnaan cendawan menggunakan laktopenol, dan pengamatan cendawan secara mikroskopis.
3.    Bagian Bakteri: pemurnian isolat bakteri, pembiakkan koloni bakteri, uji biokimia secara konvensional, melakukan reaksi kimia dari uji konvensional, dan pengambilan gambar bentuk bakteri (gram negatif atau gram positif).
4.    Bagian Histopatologi: Pengambilan sampel yang difiksasi dengan NBF, melakukan proses jaringan dan pembuatan block jaringan dengan alat, melakukan proses staining, mendapatkan slide yang telah diwarnai, dan mengamati preparat jaringan histologi.
5.    Bagian PCR: Melakukan ekstraksi DNA atau RNA, amplifikasi, membuat gel elektroforesis, dan mendapatkan foto digital dari hasil PCR.
 
 
 
BAB II
PELAYANAN DI BALAI BESAR KARANTINA IKAN SOEKARNO-HATTA
 
            Dalam merealisasikan tugas dan fungsinya, lembaga pemerintah ini memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan berbagai tindakan karantina sebagai upaya menjaga lalu lintas distribusi sumber daya hayati ikan di wilayah Indonesia sebagai akibat dari kegiatan ekspor impor yang dilakukan oleh Indonesia dengan negara lain di dunia. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya suatu prosedur untuk mengatur hal tersebut agar sesuai dengan dasar hukum yang berlaku di tiap-tiap negara pelaku ekspor impor sumber daya hayati ikan. Biasanya terdapat beberapa hal yang berlaku dan disesuaikan dengan aturan dan syarat yang diinginkan oleh masing-masing negara. Misalnya seperti apa saja sumber daya hayati ikan yang dilarang untuk di ekspor dan/atau di impor dari dan ke Indonesia. Ini dapat terlihat pada tabel 1.1 dan tabel 1.2 tentang daftar jenis ikan apa saja yang dilarang untuk diekspor dan/atau diimpor berdasarkan konstitusi yang berlaku di Indonesia.
            Tindakan karantina yang dilakukan oleh Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta dapat berupa tindakan pemeriksaan terhadap ikan yang diduga merupakan media pembawa hama dan penyakit ikan karantina (MP HPIK) serta pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kebenaran isi dokumen karantina ikan dan persyaratan lainnya; pengasingan terhadap MP HPIK yang positif terjangkit HPIK, baik HPIK golongan I maupun HPIK golongan II dan melakukan pengamatan terhadapnya; memberikan perlakuan seperti perawatan intensif terhadap MP HPIK yang terjangkit HPIK golongan II dikarantina; melakukan penahanan terhadap MP HPIK yang tidak dapat memenuhi persyaratan lain dan/atau jenis, jumlah, dan ukuran media pembawa yang tidak sesuai dengan ketetapan konstitusional di Indonesia tentang ekspor impor sumber daya hayati ikan; penolakan terhadap MP HPIK yang tidak dapat memenuhi persyaratan lain dalam waktu tiga hari atau MP HPIK yang terjangkit HPIK golongan I; melakukan pemusnahan terhadap MP HPIK yang terjangkit HPIK golongan I; serta membebaskan MP HPIK yang terjangkit HPIK golongan II karena telah disembuhkan.
 
2.1  Prosedur Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa
2.1.1  Prosedur Pemasukan Media Pembawa
          Waktu pelaporan untuk setiap pemasukan media pembawa disesuaikan dengan cara pemasukannya ke dalam suatu negara tujuan. Untuk barang bawaan dilaporkan pada saat tiba di tempat pemasukan, sedangkan kiriman lewat pos paling lambat lima hari setelah menerima pemberitahuan dari kantor pos. Untuk barang muatan waktu pelaporannya adalah dua hari sebelum kedatangan, namun untuk barang muatan yang merupakan produk perikanan adalah satu hari sebelum kedatangan sedangkan benda lain pada saat tiba di tempat pemasukan.
2.1.2  Prosedur Pengeluaran Media Pembawa
          Prosedur pengeluaran media pembawa dapat dibedakan menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pemeriksaan status kesehatan ikan secara periodik. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan pengelolaan kesehatan ikan di farm, penampungan, atau tempat budi daya; pemeriksaan klinis; serta pemeriksaan laboratoris yang dapat dilakukan di laboratorium penguji milik Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta. Tahap kedua adalah waktu pelaporan media pembawa yang akan dikeluarkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Republik Indonesia (domestik keluar) dan ekspor. Untuk barang bawaan dapat dilaporkan paling lambat sebelum keberangkatan. Bagi barang muatan, kiriman pos, dan benda lain waktu pelaporannya adalah paling lambat satu hari sebelum dilakukan tindak karantina.
 
2.2  Tindakan, Ketentuan Lain, dan Sanksi Pelanggaran
2.2.1  Tindakan Karantina Terhadap Penolakan Negara Tujuan
          Terdapat tiga tindakan karantina dan satu syarat terhadap penolakan negara tujuan yang dilakukan dan dibutuhkan oleh Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta, yaitu:
1.    Pemasukan kembali media pembawa yang ditolak di luar negeri karena tidak memenuhi persyaratan karantina yang ditetapkan oleh negara tujuan dikenakan tindakan karantina sesuai ketentuan pemasukan.
2.    Harus disertai keterangan penolakan dari negara tujuan.
3.    Setelah dilakukan tindakan karantina maka terhadap media pembawa tersebut apabila memenuhi persyaratan dapat dilakukan tindakan pelepasan.
4.    Pemasukan kembali media pembawa yang tidak memenuhi persyaratan pada waktu pengeluaran dimusnahkan di tempat pemasukan atau instalasi karantina.
2.2.2  Ketentuan Alat Angkut yang Merapat atau Mendarat Darurat
1.  Penanggung jawab atau kuasanya harus segera melapor kepada petugas karantina.
2. Dilarang membongkar atau menurunkan media pembawa sebelum diperiksa atau diizinkan petugas karantina.
3.  Alat angkut tidak dapat meneruskan perjalanan terhadap media pembawa berlaku ketentuan tentang pemasukan, apabila alat angkut tersebut dapat meneruskan perjalanan dikenakan ketentuan transit.
2.2.3  Ketentuan Transit  Media Pembawa
1. Transit hanya diperbolehkan di tempat-tempat pemasukan atau pengeluaran yang telah ditetapkan.
2.  Penanggung jawab atau kuasanya melaporkan kedatangan alat angkut dan media pembawa pada petugas karantina.
3.  Media pembawa dalam pengawasan petugas karantina.
4.  Dilengkapi sertifikat kesehatan dari area atau negara asal.
5.  Apabila negara atau area tujuan menyaratkan sertifikat kesehatan maka petugas karantina di tempat transit wajib melakukan tindakan karantina.
6.  Bagi alat angkut yang melakukan transit di negara atau area yang sedang wabah dikenakan tindakan karantina.
7.  Transit media pembawa yang berasal dari negara atau area yang sedang terjadi wabah hanya berlaku transit alat angkut.
8. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan karantina dalam hal transit diatur surat keputusan menteri.
2.2.4  Sanksi Pelanggaran
2.2.4.1  Terhadap Media Pembawa
             1.  Ditahan bila tidak dilengkapi sertifikat kesehatan ikan dari daerah asal dokumen tambahan.
             2.  Ditolak bila jenis dan jumlah tidak sesuai dengan isi dokumen; tiga hari setelah penahanan dokumen persyaratan tidak dapat dipenuhi.
             3.   Dimusnahkan bila media pembawa busuk atau rusak atau tidak bertuan; terinfeksi HPIK golongan I; dan tiga hari setelah penolakan ikan tidak dikirim ke areal asal.
2.2.4.2  Terhadap Pelaku
             Berdasarkan ketentuan pidana Ps. 31 UU No. 16 Tahun 1992
1.    Kelalaian: Pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- karena kelalaiannya melanggar pasal 5, 6, 7, 9, 21, dan 25.
2.    Pelanggaran: Pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,- karena dengan sengaja melanggar pasal 5, 6, 7, 9, 21, dan 25.
 
2.3    Contoh Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK)
            Berdasarkan ketentuan yang ada, salah satu jenis hama dan penyakit ikan karantina yang keberadaan tidak boleh ada pada sumber daya hayati ikan yang diekspor atau diimpor dari dan ke Indonesia adalah Koi Herpes Virus (KHV). KHV adalah infeksi virus herpes yang menular akut pada ikan mas (Cyprinus carpio) dan varietas lain seperti ikan mas koi. Epizootic KHV telah menghancurkan budidaya ikan mas dan koi di Indonesia karena menyebabkan kematian hingga 100% dalam masa satu minggu setelah munculnya gejala-gejala klinis. Masa inkubasi penyakit yaitu 3-7 hari. Gejala-gejala klinis ditandai dengan insang pucat dan berlangsung pada kerusakan insang, kulit mengalami kerusakan, hemoragik berat pada insang dan disertai nekrosis, hemoragik pada permukaan tubuh, kadang kala sirip dan ekor pun mengalami hemoragik, kulit luka melepuh seperti terkena api. Pemeriksaan lebih lanjut mengenai ikan yang sakit atau mati akibat KHV menunjukkan tanda-tanda patologis seperti: insang mengalami nekrosis, degenerasi epitel lamella insang, nekrosis fokal, dan pengelupasan sisik, Permana (2010).
 
 
KESIMPULAN
 
            Berdasarkan hasil pengamatan terhadap seluruh kegiatan yang ada di Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta dapat disimpulkan bahwa lembaga pemerintah ini sangat penting keberadaannya sebagai aparat pengendali hama serta berbagai penyakit ikan yang dapat merugikan bagi berbagai pihak. Dengan adanya balai besar seperti ini dapat dijadikan sebagai filter utama bagi hama dan penyakit yang akan datang dan masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai pelayanan berupa tindakan karantina merupakan wujud nyata terhadap tugas dan fungsi dari lembaga pemerintah ini. Masyarakat atau pelaku ekspor impor dalam arti luas pun dapat merasa nyaman karena komoditinya dapat dilindungi dari berbagai hama dan penyakit yang dapat merugikan usahanya.
            Dengan didukung oleh berbagai perlengkapan dan standar mutu berkelas internasional, seperti adanya laboratorium penguji yang telah terakreditasi berdasarkan ISO/IEC 17025-2005 membuat kegiatan yang dilakukan di dalam laboratorium ini tentunya berdasarkan standar  yang sifatnya mengglobal. Implikasi lain dari adanya akreditasi mutu internasional tersebut adalah digunakannya teknologi penelitian berbasis bioteknologi modern, seperti teknik PCR atau Polymerase Chain Reaction yang digunakan dalam mengindetifikasi bahan genetik yang berasal dari virus maupun bakteri.
            Adanya Balai Besar karantina Ikan Soekarno-Hatta ini juga memberikan andil besar dalam menjaga kedaulatan pangan Indonesia karena dengan melakukan pengawasan yang ketat terhadap sumber daya ikan yang masuk atau keluar Indonesia membuat kualitas dari pangan asal ikan dapat terjaga mutunya dengan baik dan sesuai dengan standar kesehatan yang ada.  Pembawaan biota air yang ilegal juga dapat ditangani oleh lembaga pemerintah ini, sehingga secara tidak langsung memberikan andil terhadap kelestarian satwa aquatik yang berada di dalam perairan dunia. Pemberian sanksi yang tegas dan sesuai dengan konstitusi mengenai perikanan dan kelautan serta ekspor impor barang di Indonesia adalah bukti ketegasan dan keseriusan pemerintah dalam menegakkan supremasi hukum di Indonesia.
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Kolmodin LA, Birch DE. 2002. Polymerase Chain Reaction: Basic Principles and
        Routine Practice. Di dalam Chen BY, Janes HW, editor. PCR Cloning
        Protocol. Edisi ke-2. Totowa: Humana. Hal 3-18.
 
Permana BI. 2010. Tugas parasit dan virus: koi herpes virus. http://www.
       scribd.com/doc/46320833/Koi-Herpes-Virus [18 Januari 2012]
 
Viljoen GJ, Nel LH, Crowther  JR. 2005. Molecular Diagnostic PCR Handbook.
        Dordrecht: Springer.