Ketika saya masih berada di semester pertama menjadi mahasiswa Kedokteran Hewan
dan mendapatkan pemahaman materi mengenai beberapa anggota kingdom Protista yang
bersifat patogen pada mata kuliah Biologi dasar , saya pernah berpikir dengan
polosnya, “Lho, kenapa sih kok demam itu harus diturunkan?
Bukannya bagus ya? Kan bakteri patogen pada umumnya adalah
jenis yang ga akan bertahan pada suhu tinggi karena mereka itu tidak
memiliki stuktur membran sel yang berantai karbon panjang dan bercabang, jadi
kan mereka bisa dimatikan dengan suhu tinggi ketika demam?”. Namun,
karena terlalu takut dan saya tergolong tipe orang yang enggan untuk bertanya
dan selalu ingin menyimpulkan sesuatunya sendiri, maka saya mengurungkan niat
untuk mengutarakan pertanyaan polos tersebut kepada dosen yang mengajar saya
ketika itu. Inilah alasan hipotesa saya pada waktu itu mengapa saya lebih setuju
kalau misalnya demam itu dibiarkan saja turun dengan sendirinya dan tidak perlu
pasien diberikan obat antipiretik.
Bakteri patogen adalah jenis bakteri yang
dapat menyebabkan suatu penyakit kepada inang yang ia tumpangi. Biasanya bakteri
jenis ini memiliki stuktur membran yang tidak memiliki rantai karbon bercabang
pada fosfolipidnya. Contoh bakteri yang termasuk ke dalam bakteri patogen yang
apabila menyerang inangnya menyebabkan penyakit dengan gejala atau symptom
demam tinggi (FAO 2008) adalah Leptospira sp. yang merupakan
penyebab penyakit zoonosis Leptospirosis pada berbagai hewan dan juga dapat
menyerang manusia yang ditularkan melalui air seni dari individu yang terserang
penyakit ini atau di masyarakat lebih dikenal penyakit yang berasal dari air
seni tikus (Anonim 2008). Bakteri ini akan mati pada suhu
50℃-55℃ (Anonim 2008). Walaupun demam tidak mungkin mencapai suhu
setinggi itu, namun setidaknya demam dapat menghambat pertumbuhan bakteri
tersebut di dalam tubuh.
Namun apa yang saya pikirkan ternyata
sangat keliru. Ketika pada semester kedua, dosen Biokimia saya mengingatkan saya
tentang satu hal. Saya lupa, bahwa suhu tinggi pada tubuh justru sangat
berakibat fatal terhadap homeostatis. Tubuh makhluk hidup sebagian besar
dibangun oleh protein. Protein merupakan makromolekul yang memiliki sifat
terdenaturasi ketika suhu lingkungan menjadi tinggi melebihi suhu normal dan ini
juga yang berlaku untuk protein-protein yang terdapat di dalam tubuh. Enzim
adalah salah satu protein di dalam tubuh manusia dan hewan. Enzim juga dapat
terdenaturasi akibat adanya pemanasan. Apabila enzim mengalami hal demikian,
maka enzim menjadi inaktif untuk dapat mengikat substat akibat terjadinya
perubahan bentuk sisi aktifnya. Hal inilah yang menyebabkan individu apabila
terkena gejala demam menjadi lesu akibat sulitnya makanan untuk dicerna karena
enzim pencerna makanan menjadi inaktif dan akibat yang lebih fatal lagi mungkin
dapat menyebabkan kematian. Maka dari itu, saya jadi berpikir lagi, apabila
demam tidak diturunkan dengan memberikan obat jenis antipiretik kepada pasien,
seperti paracetamol, maka yang saya lakukan justru akan menyebabkan pasien saya
semakin bertambah saja sakitnya atau mungkin malah akan membunuh pasien.
Ini menyadarkan saya bahwa seorang calon
dokter hewan hendaknya tidak terburu-buru dalam mengambil sebuah kesimpulan
ketika mendiagnosa. Dengan mempertimbangkan berbagai hal merupakan cara terbaik
agar didapatkan sebuah kesimpulan yang paripurna dan dihasilkan sebuah
pengobatan yang tepat dan cepat. Saya sangat berharap adanya sebuah pengecekan
terhadap artikel ini apabila terdapat hal-hal yang belum atau tidak sesuai
dengan literatur karena pada dasarnya saya tetap seorang mahasiswa Kedokteran
Hewan yang masih perlu bimbingan dalam hal menganalisis suatu aspek klinis.
Terima kasih.
Daftar Pustaka
[Anonim]. 2008. Leptospirosis pada babi. http://www.vet-klinik
.com/Peternakan/Leptospirosis-pada-babi.html (16 April 2012).
________. 2008. Leptospirosis. http://www.vet-indo.com/Kasus-Medis/Leptospirosis.html (16 April
2012).
[FAO]. 2008. Manual untuk Paramedis Kesehatan
Hewan. Sleman: PT Tiara Wacana Yogya.
No comments:
Post a Comment