Cursor

SpongeBob SquarePants Mr. Krabs

Saturday, March 22, 2014

Transportasi Umum untuk Kehidupan yang Lebih Baik dan Tidak Egois

            Mendengar isu lingkungan yang belakangan ini terdengar di telinga, pikiran saya langsung terbesit pada polusi udara di perkotaan. Polusi udara dan macet, dua padanan kata yang sangat dengan mudah bisa ditemui di kota-kota besar, termasuk di wilayah Jabodetabek tempat saya tinggal. Saya tinggal di dua kota yang bersebelahan dengan ibukota Jakarta. Saya kuliah di daerah Bogor dan tinggal di Bekasi. Dua-duanya sama-sama daerah penyangga ibukota yang hampir memiliki suasana yang mirip. Kendaraan pribadi dimana-mana, panas, polusi udara, serta kemacetan setiap harinya saya temui di dua daerah tersebut. Maka dari itu, saya ingin sedikit berbagi di blog pribadi saya ini tentang apa yang sebenarnya terjadi di jalanan sekitar kita.
         Semakin banyak populasi manusia di sekitar Jabodetabek membuat ruwetnya hidup di wilayah perkotaan menjadi bertambah pula. Jalanan padat, asap knalpot yang kelabu, hingga adu jotos di jalanan akibat keegoisan pengguna jalan yang saling mementingkan kepentingannya untuk sama-sama ingin cepat sampai ke tempat tujuan seringkali ditemui oleh saya selama saya berada di lingkungan hidup saya sekarang ini. Sebagai seorang mahasiswa yang berkecimpung dalam rumpun kesehatan, saya sangat tahu betapa berbahayanya timbal atau bahan lain yang berasal dari gas buang suatu kendaraan bermotor. Namun, semakin banyaknya kendaraan yang berseliweran di jalanan semakin tidak berdayanya pengguna jalan lain, seperti pejalan kaki misalnya. Jika kita melakukan hitung-hitungan sederhana terhadap jumlah kendaraan yang setiap harinya ada di jalanan Jabodetabek, kita akan menemukan suatu fakta yang mengejutkan dan mungkin bisa membuat kita pribadi berpikir kembali untuk menggunakan kendaraan pribadi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik mengenai kepemilikan mobil dan motor di Indonesia hingga tahun 2012, terlihat bahwa jumlah kepemilikan kendaraan bermotor setiap tahun semakin bertambah. Pada tahun 2012, jumlah mobil dan motor pribadi yang ada masing-masing sebesar 10.432.259 unit dan 76.381.183 unit. Menurut Hickman (1999), setiap liter bahan bakar yang ada akan menghasilkan sekitar 100 gram Karbon Monoksida; 30 gram Oksida Nitrogen; 2,5 Kg Karbon Dioksida dan berbagai senyawa lainnya termasuk senyawa sulfur sebagai hasil emisinya.
          Misalkan kita menganggap bahwa dalam 1 hari setiap motor membutuhkan 1 liter bahan bakar minyak, maka setiap hari motor yang ada di seluruh Indonesia membutuhkan 76.381.183 liter bahan bakar. Betapa mencengangkan bila kita tahu bahwa tanpa disadari setiap harinya masyarakat Indonesia, termasuk saya dan Anda, sudah menghirup 7.638.118.300 gram atau setara dengan 7.638,12 ton karbon monoksida, 2.291.435.490 kg atau setara dengan 2.291.435,49 ton oksida nitrogen, dan 190.952.857,5 kg karbon dioksida. Hal tersebut belum lagi hasil dari mobil-mobil yang ada. Padahal ada banyak sekali bahaya yang dapat ditimbulkan oleh hasil emisi kendaraan bermotor. Misalnya saja adalah karbon monoksida dan karbon dioksida. Dalam dunia medis, salah satu efek langsung dari menghirup karbon monoksida dan karbon dioksida diketahui adalah sesak napas karena karbon monoksida dan karbon dioksida memiliki kemampuan mengikat sel darah merah lebih mudah jika dibandingkan dengan oksigen yang semestinya menjadi gas napas kita setiap hari. Belum lagi efek oksida nitrogen untuk tubuh kita. Konsentrasi gas oksida nitrogen yang tinggi bisa menimbulkan gangguan sistem saraf yang mengakibatkan kejang-kejang. Jika berlanjut bisa menyebabkan kelumpuhan. Gas tersebut akan menjadi lebih berbahaya apabila teroksidasi oleh oksigen sehingga menjadi gas NO2 (http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/dampak-pencemaran-nitrogen-oksida-nox-dan-pengaruhnya-terhadap-kesehatan/). Tanpa disadari, kita setiap harinya telah merusak tubuh dengan kegiatan berkendara sehari-hari. Wajar jika semakin banyak kasus kanker terjadi di Indonesia setiap tahunnya.

             Saya pribadi adalah pengguna kendaraan umum yang sebenarnya juga kurang menyukai keadaan kendaraan umum yang saya temui. Sempit, ribet, ditambah lagi dengan supir yang mengendarai kendaraannya dengan tidak menggunakan "perasaan" membuat saya terkadang enggan untuk berpergian. Namun, apabila setiap orang menggunakan kendaraan pribadi, hasil perhitungan mengenai polusi sebelumnya akan menjadi sebuah kenyataan. Betapa egoisnya pengendara mobil atau motor yang menginginkan kenyamanan pribadi. Mengapa saya berkata demikian? Karena biasanya orang-orang yang menggunakan mobil hanya berisi satu atau dua penumpang saja per mobil. Sayang bukan? Apabila kita menggunakan transportasi umum, sebut saja angkutan perkotaan atau busway, kita bisa menghemat satu liter bahan bakar untuk mengantarkan lebih dari 40 orang sekaligus ke tempat tujuannya. Kemacetan pun akan sedikit teratasi. Walaupun efeknya tidak begitu terlihat apabila satu atau dua mobil saja yang berhenti berseliweran di jalanan, namun apabila 50 mobil yang melakukannya akan menjadi sesuatu yang berarti. Memang, wajah transportasi umum kita masih tidak dapat dikatakan layak. Ada banyak hal yang harus diperbaharui agar kenyamanan pengguna dapat terpenuhi. Tapi, ayolah kawan. Kalau kita tidak mau berkorban untuk saat ini dengan panas-panasan, sumpek di angkot, atau hal lainnya akibat ketidaknyamanan menggunakan transportasi umum, kita justru sudah membiarkan lingkungan semakin rusak karena keegoisan kita. Saya lebih menyukai orang-orang yang di dalam angkot berkomentar panas dan mengeluh ketimbang orang yang berada di kendaraan pribadi berpendingin sambil mendengarkan musik pop terkini padahal sedang ada dalam satu kemacetan yang sama. Jujur, saya pribadi pun selama saya menggunakan angkutan umum, saya sering mengeluh karena kondisinya. Tapi, kalau bukan kita pribadi yang melakukan suatu pengorbanan untuk perubahan, siapa lagi yang mau melakukannya? Anda tahu, bahwa orang-orang yang kepanasan dan berdesakan di kereta commuterline Jabodetabek setiap hari sebenarnya adalah pejuang lingkungan yang tanpa mereka sadari bahwa mereka sudah mengorbankan kenyamanannya buat lingkungan yang lebih baik lagi :-)
                 
PUSTAKA
Hickman A J. 1999. Methodology for Calculating Transport Emissions and Energy Consumption. Transport Research Laboratory.

No comments: