Cursor

SpongeBob SquarePants Mr. Krabs

Monday, March 9, 2020

My Dreams My Adventures: About Hopes to Become An Aquatic Veterinarian in Indonesia


Saya sudah 1.5 tahun lebih lulus sebagai dokter hewan dan mencoba istiqomah dalam bidang aquatic medicine (benar-benar whole aquatic medicine). Mulai saat sarjana saya tertarik dengan ikan dan makhluk air lainnya. Kemudian di kampus almamater, saya bertemu dengan Profesor satwa akuatik, Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu, yang banyak meneliti tentang penyakit KHV pada koi dan ikan mas serta terapinya. Serta kajian ilmiah lainnya yang berhubungan dengan dunia perikanan. Di sana saya tertarik untuk belajar lebih dalam di bidang ini. Masuk rotasi klinik elektif koas sempat ambil bagian di ilmu kesehatan satwa akuatik dan magang di Dunia Air Tawar TMII kemudian bertemu mentor saya di sana, dok Disa Syahrani. Hingga setelah lulus sempat terjun sebagai praktisi dokter satwa akuatik di akuarium publik dan praktik mandiri menangani beberapa masalah pada kolam-kolam koi klien. Berbekal mengikuti tutorial video pada channel YouTube Raymond Loh, DVM, Cert.Aq.V, saya belajar otodidak. Namun karena saya merasa masih belum percaya diri dengan ilmu kesehatan satwa akuatik yang saya bawa setelah lulus (karena mungkin kurang dari 1% ilmu di bidang ini diajarkan di kampus), pada akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan saya kembali sampai saat ini dengan mengambil topik penelitian tentang penyakit bakterial pada ikan agar lebih memantapkan lagi kemampuan dasar teori, praktik, dan berpikir ilmiah di bidang ini. Saya ditemukan oleh promotor sekaligus guru terhebat, Prof. Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS., seorang profesor bakteriologi dan imunologi yang  mengajarkan saya untuk dapat memanfaatkan potensi imunoglobulin Y telur ayam sebagai alternatif imunoprofilaksis dan imunoterapi terhadap penyakit streptococcosis pada komoditas ikan nila merah (Oreochromis sp.). Saya juga banyak belajar tentang bakteri Streptococcus dan yang se-famili-nya untuk dapat benar-benar memahami penyakit yang sedang saya teliti dari beliau. Begitu juga halnya dengan proses imunologi yang terjadi pada makhluk hidup.



Beberapa dokter hewan yang berkecimpung dalam dunia akuatik seperti yang disebutkan adalah role model saya untuk dapat bermimpi menjadi seperti mereka. Namun kesehatan satwa akuatik sangatlah luas kompetensi yang harus dicapai. Karena menjadi dokter satwa akuatik tersertifikasi seperti dokter Loh, kombinasi antara aquaculture, ikhtiologi, aquatic verinary medicine, oceanografi, biologi kelautan, ahli higiene dan sanitasi pangan asal produk perikanan, dan ahli fisikokimia perairan harus dipelajari seutuhnya. Dan tidak hanya ikan, namun mamalia akuatik, krustasea, echidodermata, bivalva, dan avertebrata akuatik juga harus dipelajari. Tidak hanya ikan konsumsi, namun ornamental fish dan ikan liar untuk kelestarian plasma nutfah akuatik juga perlu dikuasai. Dalam 2 tahun kedepan saya berencana mengajukan portofolio saya ke World Aquatic Veterinary Medical Association (WAVMA) agar memperoleh gelar Certified Aquatic Veterinarian (Cert.Aq.V) dan menggenapkan cita-cita saya sebagai dokter satwa akuatik tersertifikasi WAVMA di Indonesia. Karena medik akuatik di Indonesia masih sangat jauh tertinggal dengan dunia luar sehingga harus ada yang meneruskan dan mengembangkan ilmu ini di sini. Ikan dan sumberdaya perairan yang berhubungan dengan penyakitnya dan kesehatan manusia juga merupakan bagian dari wewenang dokter hewan. Apalagi Indonesia adalah negara maritim yang punya potensi bahari dan perikanan yang belum banyak tereksplorasi.

No comments: