Sabtu,
24 Januari 2015
Weekend is coming. Gue amat sangat
beruntung mendapatkan kesempatan buat mengunjungi beberapa tempat di Bangkok
dan ditemani oleh teman baru yang sangat baik dan mau membantu. Rencana pertama
kami adalah mengunjungi taman margasatwa di Bangkok. Dengan menggunakan bis dan
berganti transportasi menggunakan BTS atau skytrain
dan turun di stasiun bernama Victory
Monument akhirnya kita harus kembali menaiki bis untuk sampai di depan
gerbang taman margasatwa tersebut. Sepanjang jalan saat menggunakan BTS gue
terkesima dengan pemandangan metropolitan kota Bangkok. Salah satu transportasi
andalan masyarakat Bangkok ini sebenarnya sama kayak Commuterline (CL) yang
menghubungi daerah Jakarta dan kota-kota di sekitarnya. Kalau dibandingkan antara keduanya dalam hal
kepraktisan tiket, gue akui CL sangat lebih praktis dibandingkan BTS dan MRT
yang ada di Bangkok. BTS masih mngharuskan penggunanya menggunakan koin receh
dalam bentuk Bath sesuai tarif stasiun mana yang dituju. Begitu juga halnya
dengan MRT. Sedangkan CL cuma pakai e-ticket
yang gampang buat dibeli di loket penjualan dan bisa gunain kartu e-money yang udah banyak dikeluarin oleh
bank-bank swasta di Indonesia.
Dari
stasiun BTS Victory Monument,
perjalanan dilanjutin dengan bis buat sampai ke taman margasatwa Dusit Zoo. Waktu kita berempat sampai,
gerbang utama taman margasatwa dengan sebuah jembatan buatan pun menyapa.
Sekalian info, tiket masuk ke kebun binatang ini 100 Bath dan saran gue lebih
baik datang sama teman lokal dari sana. Karena kalau gak, akan lebih dimahalin
harga tiketnya.
Hampir tiga jam lebih kita keliling
salah satu dari 6 kebun binatang yang ada di Thailand itu. Ya.....total
keseluruhan kebun binatang yang ada di negara gajah putih di seluruh wilayahnya
cuma berjumlah 6 buah. Kalau dilihat dari segi isi, mungkin akan sama dengan
kebun binatang di Indonesia. Tapi yang menarik di sini adalah burung gagak yang
banyak berkeliaran di dalam kebun binatang. Bisa dibayangin kita kayak lagi ada
di pemakaman atau di rumah Hagrid di film Harry Potter. Gak serem, tapi justru
unik. Apalagi ditambah pemandangan istana di samping kebun binatang yang
sekarang ini dijadiin museum. Pemandangan sore hari yang gak gampang buat
dilupain.
Seketika gue ingat sesuatu yang mau
banget gue tanyakan ke Yossi setelah gue melihat sebuah foto besar yang
lagi-lagi gue temui di kebun binatang itu. Gue bertanya ke Yossi siapakah
gerangan. Ia pun menjawab, beliau itu adalah raja Thailand yang sekarang ini
sedang berada di tahta. Beliau itu adalah Raja Rama IX dan wanita yang fotonya juga
sering terpampang di banyak sudut di Thailand itu adalah istrinya. Tapi gue
makin penasaran, kalau memang itu pemimpin negara mereka kenapa sampai
segitunya. Di negara kita juga suka kok pajang foto presiden dan wakil presiden
di kelas-kelas kalau di gedung sekolah atau di perkantoran. Tapi gak sampai
dicetak ukuran spanduk kayak lagi pemilu juga. Akhirnya dengan kepo gue
bertanya lagi. Yossi pun ngejawab lagi. Kali ini gue rada terharu sih
dengarnya. Yossi bilang kalau rakyat Thailand itu sangat sayang dengan rajanya.
Katanya Sang Raja sangat baik dan selalu mengayomi rakyatnya dengan bijak. Hal
ini bisa dibuktiin dari beberapa tempat bersejarah di dalam kebun binatang yang
gue kunjungi ini. Ada sebuah bekas ruang bawah tanah atau bankir yang dulu pas jaman
perang dunia dibangun oleh raja Thailand yang berkuasa pada jaman dulu buat
rakyatnya bersembunyi dan menyelamatkan diri dari rudal sekutu. Di situ gue
melihat sebuah ruang kecil di bankir yang mungkin cukup buat nampung sekitar 50
orang dewasa itu. Yossi juga cerita, kalau dulu waktu jamannya perang Sang Raja
memerintahkan rakyatnya buat tinggal di istana tempat tinggalnya yang pasti
sangat aman dari serangan perang. Gue terharu saat dengar cerita Yossi dan backsound yang dimainin waktu gue lagi
di dalam bankir tersebut. Walau gue gak ngerti naratornya ngomong apa, tapi
kayaknya lagi ngomongin yang sedih-sedih dan ditambah suara latar kayak lagi
perang gitu.
Bukan hanya pas di jaman dulu aja
raja-raja yang berkuasa itu baik sama rakyatnya, tapi juga di jaman sekarang
yang udah modern ini. Sang Raja juga masih mengayomi rakyatnya dengan baik dan
bijak. Hal ini dibuktikan sama dibuatnya sebuah konsep pasar swalayan modern
yang menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari mulai dari beras, buah,
sayur, dan lain sebagainya yang dibutuhin sama rakyatnya dengan harga yang
murah dan pastinya bersih. Sang raja berpikir, sudah menjadi hak rakyatnya lah
buat mendapatkan bahan pangan yang bersih dan layak dikonsumsi. Makanya raja
ngebangun konsep swalayan yang bernama Golden
Palace itu, di mana swalayan ini dikelola oleh keluarga kerajaan secara
langsung. Salah satunya berada di lantai dasar gedung rumah sakit hewan yang
jadi tempat gue belajar.
See...bisa
dilihat kan? Pantas aja rakyat Thailand sangat sayang banget sama rajanya.
Sampai memajang foto rajanya di manapun di negara ini. Rasa nasionalisme dari
masyarakatnya pun juga patut diacungi jempol. Katanya tiap sore di jalan-jalan,
suka diputar lagu kebangsaan Thailand buat beberapa menit dan saat lagu berkumandang,
orang-orang yang lalu lalang pakai kendaraan atau jalan kaki sejenak berhenti
sampai lagu itu habis diputar dan melanjutkan aktivitasnya lagi. Tinggi banget
rasa nasionalismenya. Sehingga mungkin gak heran kalau Thailand itu bisa menjadi
negara satu-satunya di Asia Tenggara yang gak pernah ngerasain dijajah sama
bangsa Barat. Itu semua karena rasa cinta tanah airnya yang tinggi mungkin ya.
Gue jadi malu sendiri gara-gara hal itu. Semoga gue bisa terapin apa yang gue
dapat dari masyarakat Thailand dalam hal berkebangsaan dan bernegara pas gue
balik ke alam gue nanti.
Setelah
puas keliling, gue mulai merasa bosan. Gue ngerasa pengen pergi kayak manusia normal pada umumnya dan
berinteraksi dengan manusia lain. Gak mudah buat jadi manusia yang tiap harinya
harus berinteraksi dengan hewan. Saking seringnya gue berinteraksi dengan
hewan, gue suka kelepasan ngajak ngobrol hewan apapun di sekitar gue. Oke,
mungkin gue harus pergi ke psikiater atau semacamnya yang bisa membantu gue
menghilangkan stigma kalau hewan itu bisa bicara. Tapi serius, profesi dokter
hewan mengharuskan kalian selalu berinteraksi dengan hewan setiap hari bahkan
di sepanjang proses pendidikan selama 6 tahun di kampus. Makanya kalau boleh
jujur, tiap ada teman lama yang mau reunian atau ngajak jalan di kala musim
liburan semester.
Kalau sampai mereka bilang, “ke
kebun binatang aja atau ke akuarium aja”.
Serius, gue seakan mau bilang, “Please kemana pun selain itu. Gue mau ke
tempat yang banyak manusianya.” Saking terlalu seringnya membuat gue bosen
terhadap tempat-tempat semacam itu.
Akhirnya
kita melanjutkan sesi wisata dadakan di hari itu ke tempat lain yang gak kalah
“wah” nya. Yossi membawa kita ke tempat yang jadi salah satu ikon wisatanya
kota Bangkok. Sebenernya itu kemauan dari Kenda dan Intan. Gue nurut aja. Tapi,
justru gue sangat berterima kasih sama hasil googling-an mereka. Sangat berterima kasih. Kita menuju ke Asiatique The Riverfront. Salah satu
destinasi wisata yang terkenal dan terletak di tepi sungai besar Chao Phraya yang membelah kota Bangkok
serta langsung bermuara ke laut luas.
Buat menuju ke tempat eksotis itu
kita harus menggunakan perahu gratis. Inilah yang membuat gue tambah kagum
dengan negara ini. Pemerintahnya sangat tahu potensi apa yang dimiliki sama
ibukota negaranya ini. Sehingga mereka dengan maksimal membangun semua
infrastruktur yang mendukung sektor pariwisata dan hal berpotensi lain yang
bisa memikat para pelancong luar negeri untuk mau berkunjung ke negaranya dan
yang pernah ke sini akan berpikir kembali buat mengunjunginya untuk yang kedua,
ketiga, atau keempat kali, atau bahkan ingin tinggal di kota besar tersebut.
Perahu
yang kita naikin ada di salah satu dermaga yang berada tepat di bawah stasiun
BTS Saphan Taksin. Stasiun BTS Saphan Taksin jaraknya sekitar 30 menit dari
stasiun BTS Victory Monument tempat
kita turun dari bis setelah ke kebun binatang. See...bisa dilihat kan. Sangat memudahkan turis asing buat rela
menghabiskan waktu dan tenaganya untuk menikmati sebuah panorama yang
memanjakan mata banget. Saat kita berempat tiba di dermaga kecil itu, antrian
buat naik perahu gratis ke Asiatique
panjang banget. Kayak orang lagi main ular naga panjangnya. Akhirnya kita harus
nunggu beberapa menit buat dapat giliran naik perahu. Tapi justru gue sangat
menikmati saat-saat gue menunggu di sebuah dermaga kecil itu. Gue datang di
saat yang tepat, di mana sunset kota
Bangkok menampakkan cahaya jingga romantisnya di depan mata gue. Sumpah, itu
menakjubkan banget. Cahaya matahari terbenam yang ngelukisin siluet kondominium
yang berjajar rapi di seberang sungai besar itu dan dihiasi lampu-lampu dari
kamar-kamar kondominium yang menandakan kalau sebentar lagi matahari bakal
digantiin sama bulan sabit, alias udah mau malam.
Gue baru kali ini merasa tenang dan
melepas semua penat dan pikiran gak jelas dalam otak selama ini setelah melihat
salah satu lukisan Tuhan Yang Agung itu. Gak cuma sampai di situ aja. Setelah
gue sampai di tempat yang kita tuju, gue kembali dibuat takjub padahal gue
belum selesai menikmati pemandangan yang jarang gue lihat di Indonesia yang
beberapa menit lalu gue lihat. Gue harus terpaksa memalingkan mata ke arah
cahaya lampu yang gak kalah indahnya dan membentuk sebuah tulisan “Asiatique” serta sebuah bianglala
raksasa dekat dermaga tempat kapal gratis kita berlabuh. Ditambah dengan lampu
pagar pembatas dermaga dan tiang-tiang yang berhiaskan bendera kecil dari
beberapa negara, termasuk Indonesia, membuat gue gak mengedipkan mata buat
beberapa saat.
Sunset di shuttle boat menuju
Asiatique
“Sayang kalau gue harus ngelewatin
momen-momen langka yang jarang gue dapetin seumur hidup gue seperti sekarang
ini”, pikir gue.
Oke, mungkin gue kelihatan norak. But, for you who never see that before, I
suggest you to see it by your self. Cahaya lampu yang terpantul di
permukaan air sungai dengan background
langit senja yang hampir gelap itu sesuatu yang bisa dibilang romantis. Untung
gue ke sana bareng teman, kalau gue sendiri akan dipastikan gue bakal nangis
bombay karena kerasa banget jomblo nya dan menikmati pemandangan keren itu
sendirian. Aktivitas selanjutnya yang bisa ditebak kalau lagi di tempat begitu
adalah apalagi kalau bukan mengabadikan gambar.
Mungkin
bagi yang belum pernah mengunjungi Asiatique
bisa gue deskripsikan secara singkat. Jadi tempat wisata satu ini dulunya
adalah pelabuhan yang berfungsi buat menampung berbagai barang pangan dan
barang dagangan lain semasa perang dunia. Ini bisa dilihat dari beberapa patung
perunggu yang bisa kalian temui di beberapa sudut di tempat ini. Patung itu
kayak memvisualisasikan aktivitas masa lalu yang pernah kejadian di tempat yang
dulunya pelabuhan ini. Tempat itu kalau gak salah gue pernah dengar, dibangun
atas kerjasama Raja Chulalongkorn, Raja Thailand di masa lalu, dengan
pemerintah Denmark buat menghindari adanya penjajahan di negeri Siam (nama
terdahulu negara Thailand). Singkat cerita, jadilah bekas pelabuhan ini disulap
buat tempat wisata keren di masa kini.
Tempat ini semacam pasar malam yang
jual berbagai barang dan makanan. Banyak kafe dan restoran yang berdiri di
sini. Ada satu hal yang jadi nilai plus buat tempat ini. Bukan cuma wisata
belanja dan lidah, tapi Asiatique
juga menawarkan pementasan muai thai dan pertunjukan broadway secara langsung di salah satu gedung pertunjukkan yang masih
berada di dalam kawasan Asiatique
ini. Pertunjukan broadway yang ada
itu diisi oleh para ladyboy yang
kalian pasti tahu apa itu. Inilah yang membuat tempat ini selalu masuk ke dalam
list tempat wisata para wisatawan.
Selama hampir 3 jam gue di tempat itu
dan jalan-jalan diakhiri dengan makan malam di salah satu restoran halal di
situ. Selama makan, kita berempat saling ngobrol. Senang rasanya gue dapetin
teman baik dari negara lain. Gue sangat beruntung bisa merasakan semuanya.
Mulai dari belajar di rumah sakit hewan yang keren, mengenal banyak orang, dan
bertemu dengan teman baru, Yossi. Semua gak akan bisa gue dapat kalau gue hanya
tetap tinggal dan berdiam diri di kampus tanpa mencari kesempatan yang
sebenarnya asal kita mau berusaha sedikit, kita akan mendapatkannya. Gue sadar,
selama ini gue terlalu asik terhadap dunia gue sehari-hari. Padahal dunia itu
gak selebar daun kelor. Gue harus mengeksplorasi apa yang sudah Tuhan ciptakan
buat kita di dunia ini, termasuk melihat keindahan dan keberagaman ciptaan-Nya.
Dengan begitu gue akan sadar, kalau gue di dunia ini cuma butiran kerikil kecil
banget. Lebih kecil dari upil sehingga gak seharusnya gue sombong dan
membanggakan diri. Gue pun sadar setelah bertemu dengan orang-orang hebat di
negara ini. Buat menjadi seorang dokter hewan, hendaknya dibutuhin sifat buat
selalu mau belajar kapanpun dan gue sadar kalau gue belum ada apa-apanya.
Dengan
terpaksa, kita harus mengakhiri perjalanan wisata dadakan ini. Kembali
menggunakan perahu buat sampai ke stasiun BTS Saphan Taksin, kemudian
dilanjutkan dengan MRT dan entah gimana itu jadinya tahu-tahu kita keluar di
Centra Plaza (salah satu shopping mall
terkenal di Bangkok). Mata memang lelah, begitupun juga kaki. Tapi rasanya
badan ini gak mau rugi buat nikmatin kondisi sekitar di malam hari di Kota
Bangkok yang entah kapan bisa gue nikmati lagi. Semua terlihat lelah, bahkan
gue bisa melihat Yossi yang mengantarkan kita seharian ini sangat lelah dan
sempat tertidur selama perjalanan di MRT, begitu juga dengan Intan dan Kenda.
Tepat jam setengah sebelas malam
kita semua sampai di aparteman, dengan sebelumnya kita mampir sejenak buat
melihat flat yang Yossi sewa di dekat rumah sakit. Dia pun masih sempat
nganterin kita bertiga sampai depan aparteman, padahal dia keliatan lelah
banget. Salah satu hal yang menyentuh banget buat gue pribadi. Seseorang yang
baru dikenal belum genap seminggu tapi udah kayak teman lama. Hal di luar
bayangan gue saat tiba di sini, bisa mendapatkan kesempatan belajar sekaligus
berwisata. Buat selanjutnya, biarkan kasur aparteman yang bercerita sampai hari
minggu besok tiba. Hari terakhir kita di kota ini.
No comments:
Post a Comment