Cursor

SpongeBob SquarePants Mr. Krabs

Saturday, January 17, 2015

Trip to Thailand Part 1



Hai...hai....hai..... Di bagian kali ini, gue akan coba menceritakan beberapa pengalaman yang pastinya sulit buat dilupain gitu aja. Gue sangat berterima kasih kepada Tuhan karena sudah dipercaya buat menikmati pengalaman ini. Kesempatan yang diperoleh dengan tujuan belajar ilmu kedokteran hewan eksotik dan unit bedah di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Kasetsart, Bangkok, Thailand. Ketemu sama banyak orang baru, ngelihat teknologi kedokteran hewan di negara tetangga yang lebih maju, hingga pada akhirnya gue merasakan betapa beruntungnya gue bisa make friendship dengan salah satu mahasiswa di sana. Pengalaman yang gak akan bisa gue temui jika gue hanya terus berada di Indonesia dan gak pernah mau mencoba buat melihat dunia luar. Pengalaman yang membangkitkan gairah “traveller” gue dan pengalaman yang memberikan gue kemantapan hati buat tetap berjalan di profesi ini. Inilah kisah gue, mahasiswa aneh bin ajaib yang pada akhirnya sedikit demi sedikit mewujudkan impiannya selama ini. Please enjoy it.

Sabtu, 17 Januari 2015
            Hari keberangkatan pun tiba, 3 malem sebelum keberangkatan gue gak bisa tidur sama sekali. Hingga gue hanya bisa ngorok sejadi-jadinya selalu lebih dari jam 1 dini hari. Walhasil, kantung mata gue akhirnya punya kantung mata. Malam harinya gue mempersiapkan segalanya, mulai dari yang terpenting kayak paspor, boarding pass, duit Bath, sampai hal-hal yang sifatnya optional seperti kenangan mantan atau perasaan di-PHP-in pun tak lupa gue bawa juga.
Sabtu, 17 Januari 2015 di mana langit Jakarta sedang mendung-mendungnya dan memang belakangan sebelum hari keberangkatan gue langit memang gak sedang cerah. Seakan tahu isi hati gue yang kelabu dan ingin menangis. Oke fix gue mulai curhat lagi. Abaikan. Singkat cerita gue tiba di bandara internasional Soekarno-Hatta Jakarta buat nunggu penerbangan gue jam empat sore. Setelah melewati semua prosedur penerbangan dan dicek semuanya, termasuk cek kejiwaan penumpang seperti gue ini, akhirnya semua lulus uji dan diperbolehkan melakukan penerbangan di sore itu.
            Selama lebih kurang tiga jam gue mengawang-awang di langit. Melihat pipit-pipit berterbangan, hingga mencari impian lulus yang tak kunjung terlihat, akhirnya gue berhasil selamat mendarat di bandara internasional Don Mueang, Bangkok. Setelah beberapa menit buat proses imigrasi, akhirnya semuanya lolos dengan selamat. Begitu juga dengan dua orang teman gue. Oh iya, gue lupa mau cerita siapa dua teman gue ini yang dengan ikhlasnya terbang bersama orang gila nan nekat seperti gue ini. Sebut saja mereka dengan Kenda dan Intan. Kenda adalah seorang pria dan Intan adalah seorang wanita. Mereka mengakunya seperti itu. Terima saja pengakuan mereka itu. Oke, sebenarnya mereka adalah teman sekelas gue di kampus yang juga memilih dan tertarik buat jadi dokter hewan satwa akuatik dan eksotik. Makanya dengan adanya kesempatan kerjasama antara kampus gue dengan kampus di negara tetangga, kita bertiga pun dipertemukan di kegiatan magang ini.
            Di arrival gate ternyata gue melihat dua staf dari pihak universitas tempat kita bertiga akan menuntut ilmu selama 8 hari ke depan. Sebenarnya gue sangat lega sekali. Kenapa? Karena akhirnya gue tahu wujud yang menjemput kita. Pasalnya, saat gue menerima balasan dari salah satu staf yang menjemput kita itu, gue sama sekali gak bisa menebak jenis kelamin dari Sang empunya nama. Di sini gue mulai belajar salah satu kebudayaan, nama Thailand itu akan sangat tidak se-mainstream seperti nama-nama orang di negara kita. Sebut saja nama gue, pasti kalau kalian search menggunakan nama gue di mesin pencari atau media sosial, akan menghasilkan ribuan hasil dengan nama yang sama. Why? Entahlah, tapi gue berpendapat orangtua di Thailand sangatlah kreatif dan tidak malas untuk membuat nama buat anak-anak mereka. Buktinya, selama gue baca dan kenal orang-orang Thailand gak pernah gue menemukan orang dengan nama yang sama. Cuma mungkin yang justru agak sedikit mengherankan adalah nickname mereka. Gue amat sangat tidak bisa menduga siapa nama panggilan orang Thailand karena pastinya nama panggilan mereka jarang berasal dari nama panjang mereka. We can see, orang Thailand itu sangatlah kreatif.
            Setelah kita keluar dari bandara, kita langsung diantar ke tempat kita menginap selama delapan hari kedepan yang lokasinya gak jauh dari tempat “kerja” kita. Selama di perjalanan gue, Kenda, dan Intan mengobrol dengan dua orang staf universitas yang menjemput kita itu, sebut saja mereka Nil dan Salwa karena gue lupa siapa nama panjangnya. Beda banget dengan nama panjang mereka soalnya, kecuali Salwa. Kami mengobrol cukup banyak. Sampai akhirnya gue tahu bahwa Salwa berasal dari Thailand selatan di mana secara geografis berbatasan dengan Malaysia. Itu sebabnya dia bisa mengerti bahasa Melayu dan....seorang muslimah. Sangat beruntung kita bertiga diberikan pendamping yang istilah gaholnya itu “kita bingit”.
Sebelum sampai di tempat kami tinggal, Salwa menanyakan apakah kita sudah makan malam atau belum. Tentu dengan dialek khas “Melayu” nya. Mau jawab belum, tapi kita takut nyusahin. Mau jawab udah, tapi takut bohong. Akhirnya kita putusin buat jawab belum. Salwa dan Nil pun mengajak kita buat makan di tempat makanan halal yang lokasinya sebenernya cukup jauh sampai kita harus gunain taksi buat ke sana. Selama hampir 20 menit perjalanan, kita berlima sampai di tempat makan yang menjual berbagai macam makanan bersertifikat halal di Bangkok. Oh iya, sekedar info. Naik taksi hingga ke restoran halal itu sekitar 80 Bath, jaraknya sekitar 15 km. Kenapa gue sangat memperhatikan harga? Sudah naluri seorang mahasiswa kostan kalau soal memperhatikan harga. Kalau gak bisa ngitung harga, siap-siap aja makan mie rebus tiap hari dan di akhir bulan panas dalam.
            Satu hal yang sangat sulit buat gue dan teman-teman itu adalah masalah makanan. Kita sulit mencari tempat makan yang jual halal food di sekitar aparteman kita. Nanti ke depan gue akan bahas lebih dalam lagi soal perjuangan gue dan teman-teman dalam mencari makanan yang pas selama kita berada di Bangkok.
            Ternyata tempat makan itu ada di sebuah pasar malam. Kita beruntung, baru pertama menginjakkan kaki di tengah kota Bangkok tepat di malam minggu. Yang biasanya gue malem minggu mendekam di rumah atau kost, akhirnya gue melepas sejenak predikat jomblo kongenital gue. Ada hal yang menarik saat kita pesan menu makanan. Dalam daftar menu yang dikasih sama penjual di tempat makan itu, ternyata kami menemukan sebuah tulisan keriting yang membuat kepala gue makin pening setelah baru tiba di Bangkok dan langsung diajak jalan-jalan malem buat pertama kalinya. Lagi-lagi kami harus kursus kilat dan ”menyusahkan” dua orang staf yang mendampingi kami ini. Salwa dan Nil berusaha dengan keras menjelaskan apa yang tertulis di lembar menu itu. Salwa yang gue bilang bisa mengerti bahasa kami (walau sebenernya terkadang dia sulit buat mengartikannya juga), akhirnya mencoba menjelaskan dan membuat perumpamaan dengan makanan pada umumnya di Indonesia. Hampir 15 jam, maksud gue, 15 menit kami berjibaku dengan huruf Thai tersebut, akhirnya pilihan kami jatuh pada nasi goreng seafood. Ini pertama kalinya gue makan makanan dari negara orang langsung dari mamang-mamang yang jual di negara asalnya. Rasanya? Lumayan enak dan unik. Gak kayak nasi goreng kita yang pakai kecap, nasi goreng mereka gak gunain kecap sebagai bumbu tambahannya.
            Mendengar gue sedikit tahu mengenai TomYam, makanan khas Thailand, akhirnya Salwa dan Nil memesan satu porsi TomYam seafood pedas buat kita berlima. Ini adalah makanan khas Thailand yang menurut gue sangat khas. Padahal gue hanya pernah dengar kata TomYam di Indonesia. Urusan udah pernah makan atau belum, gue memang belum pernah nyoba. Rasanya? Gue hanya bisa mendeskripsikan kuah TomYam ini sepet. Justru gue ngerasanya kayak lagi nyeruput jus jeruk nipis panas-panas trus gak pake gula. Mungkin inilah rasa  dari TomYam, pikir gue. Ada beberapa menu yang sengaja dipesan buat kami. Sebenernya gue udah kenyang, tapi memang dasar gue adalah manusia berlambung 4, akhirnya gue gak bisa menahan hasrat buat coba. Apalagi ini adalah pertama kalinya gue menyicipi makanan di Thailand.
            Hampir jam 11 malam kita bertiga pun diantar lagi ke tempat tinggal kita karena kita bukanlah jelangkung yang datang tak dijemput pulang pun tak diantar.  Merasakan suasana malam minggu di Bangkok buat pertama kalinya membuat gue merasa bersyukur dan penasaran. “Apalagi yang akan gue temui di RSH dan kota besar ini selama delapan hari ke depan”. Inilah hari yang mengawali petualangan gue bersama dua teman buat mencari ilmu sampai ke Negeri Gajah Putih. Satu kalimat aja buat hari ini: สวัสดีครับ....!!

No comments: