Kamis,
22 Januari 2015
Hari
keempat gue magang di RSH dan gue harus berpindah tempat nongkrong di unit
bedah. Gue sampai lupa, apa kabar dengan Intan yang selama 3 hari di unit ini
saking senangnya berada di unit gue terdahulu. Ternyata di unit bedah,
pekerjaannya lebih banyak. Like usual
gak di kampus, gak di RSH di Indonesia, dan gak di sini, semua unit bedah
pastinya bakal berdiri selama berjam-jam. Inilah salah satu alasan gue sedikit
sulit menerima kerja di bagian bedah. Walaupun kaki udah minta dipijat ke
tukang urut, tapi mau gak mau gue harus berakting bahwa gue baik-baik saja
dengan mengembangkan senyuman terbaik gue (walaupun ini mubazir karena gue di
unit ini selalu pakai masker) dan kasus yang sedang gue observasi sangatlah
menarik hati dan gue bersumpah akan berdiri lebih lama lagi bahkan berdiri
hingga 7 jam ke depan akan gue jabanin. Oke....gue bukan orang yang bisa kayak
gitu T___T
Unit
yang satu ini terkenal dengan kesibukannya dari pagi sampai sore hari. Gak
heran makanya kalau Intan gak pernah bisa balik bareng gue dan Kenda tiap sore
ke aparteman. Di hari pertama gue berada di sini ada 5 kasus bedah, di mana 4
kasus dari subunit bedah orthopedik dan 1 kasus dari subunit bedah emergency critical care. Itu juga
sebenarnya masih banyak kasus yang gak kita ikuti saking banyaknya. Terutama
kasus-kasus di subunit bedah jaringan lunak dan bedah saraf. Ya....RSH ini
emang memiiki manajemen seperti rumah sakit yang diperuntukkan buat manusia. Di
rumah sakit hewan ini juga terbagi menjadi beberapa spesialis. Kardiologi, neurologi,
dermatologi, urologi, obsgyn, dan opthalmologi adalah sebagian unit spesialis
yang ada di RSH ini dan semua bekerja dengan amat sangat baik. Sangar dah pokoknya.
Saat kita pertama datang di unit
ini sebenarnya kita bingung, harus kemana kah kita. Andai gue punya peta yang
bisa ngomong seperti yang dimiliki Dora, mungkin dengan spontan gue akan
berteriak, “katakan peta katakan peta.” Namun apa daya, Dora hanyalah khayalan
belaka dan gue sudah berkhayal hal-hal yang tak sepatutnya sebagainya pria produktif
yang sudah berusia 21 tahun. Ternyata ada salah seorang staf dokter bedah yang
menghampiri kita berdua dan memperkenalkan diri, beliau adalah seorang dokter
wanita yang cantik dan anggun serta terlihat cerdas dari penampilan dan cara
bicaranya. Beliau menjelaskan semua hal yang harus kita tahu di unit ini,
tentang cara berpakaian yang tidak boleh senonoh, harus sopan, dan tidak boleh
menggunakan sepatu berhak tinggi bagi pria. Anda percaya saja dengan perkataan
saya? Jangan. Bukan itu yang dokter katakan. Beliau menjelaskan tata cara dari
dokter bedah dan mahasiswa koas yang sedang dalam stase bedah. Tentang pakaian
yang harus dipakai dan peraturan lain saat pembedahan berlangsung. Tentang
sepatu yang tidak boleh sampai masuk melewati garis merah dan tentang dokter
kepala rumah sakit dan kepala unit bedah. Semua dijelaskan dengan bahasa
Inggris yang fasih dan jelas sehingga membuat gue terpesona.
Ada hal yang cukup berkesan di
sini. Ternyata, di mana-mana semua mahasiswa sama aja. Gak di Indonesia gak di
negara lain, penyakit lupa adalah penyakit menahun yang gak bisa lepas dari
semua mahasiswa. Saat gue dan Kenda bersama dengan dua mahasiswa tingkat akhir
yang menjadi asisten operasi saat itu mau melakukan tindakan pembedahan
terhadap kucing yang mengalami fraktura pada tulang pahanya. Sama seperti di
Indonesia, dokter bedah veteriner sekaligus dosen yang menjadi operator saat
itu bertanya kepada dua mahasiswa dengan menggunakan bahasa Thailand pastinya.
Dari yang sedikit gue tangkep, Sang dokter bedah menanyakan tentang ada berapa
macam kerusakan yang dapat terjadi pada tulang panjang. Mereka diberi waktu
hingga Sang dokter selesai mengenakan semua “kostum bedah” dan itu sekitar 6
menit. Dalam waktu 6 menit itu, mereka hanya ingat jumlahnya tapi buat namanya
mereka lupa. Satu dari mereka, sebut saja Kick yang sebelumnya sudah
memperkenalkan dirinya ke kita berdua, akhirnya bertanya ke kita dengan harapan
kita bisa membantu mereka lolos dari ujian dadakan ini. Hal inilah yang juga
gue temui waktu ketemu dengan Jade dan teman-temannya di unit hewan eksotik
Selasa lalu. Tapi apa daya, gue yang sama-sama memiliki penyakit lupa layaknya
mereka pun (bahkan gue lebih kronis sepertinya) gak bisa membantu banyak. Gue
hanya bilang ke Kick:
“Sorry, we don’t know.”
Kasihan gue melihat Kick dan
seorang temannya itu. Sepertinya mereka lupa buat belajar karena kasus ini
seperti kasus improvisasi, jadi gak direncanakan sebelumnya. Gue jadi termenung
memikirkan salah satu perkataan profesor patologi yang ngajar gue di kampus.
Beliau selalu berpesan di kelas kalau setiap mahasiswa preklinik kedokteran itu
hanya sebatas level cukup tahu, tapi kalau sudah ada di bagian klinik apalagi
kalian udah koas atau dokter hewan muda itu harus wajib kudu tahu terlepas dari
alasan mereka lupa atau gegar otak.
Astaga. Otak gue yang hanya
memiliki kapasitas kurang dari 8 giga dan gak lebih dari sebuah flashdisk ini diharuskan buat menelan
semua file-file penyakit dan segala jenis terapi mulai dari dosis obat dan
simptom, diagnosa, dan prognosa selama lebih kurang 6 tahun pendidikan di
kampus. Mau gak mau, tiap kali gue dapet ilmu baru, pasti gue delete sementara. Dan saat dibutuhkan
nanti, gue akan mencarinya di folder Recycle
Bin di otak gue. Itu sebabnya, gue akan sangat lama menjawab hal-hal yang
udah lama terpendam di memori otak gue. Gue harus mencarinya terlebih dahulu.
Gak jarang otak gue mengirim sinyal syntax
error karena gak ketemu jawabannya. Tapi itulah mahasiswa, sistem kebut
semalam menjadi andalan di kala musim ujian melanda. Maklumkan saja ya para
pembaca yang budiman.
Hari itu diakhiri dengan kasus
fraktura kucing tadi dan kita mesti bubaran jam 5 sore. Bayangkan aja berdiri
dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Kaki berasa mati rasa dan ketika sampai di
aparteman, daya tarik dari kasur pun semakin meningkat. It’s tired day....
No comments:
Post a Comment