Jumat,
23 Januari 2015
The last day to internship here. Terlalu
sedih kalau harus berpisah dan menyudahi kegiatan kita di rumah sakit yang
banyak ngajarin kita tentang banyak hal ini. Walau dalam waktu singkat, tapi
serasa udah nyatu. Di hari ini gue bertemu dengan seorang teman yang pernah
Intan ceritain ke gue dan Kenda. Sebut saja Yossi. Intan cerita kalau ada
mahasiswa yang mau ngajak kita keliling kota Bangkok di akhir pekan ini karena
kita semua libur dan gak ada kegiatan. Spontan kita berdua kegirangan. Gimana
gak girang, memang seorang teman lokal lah yang kita butuhkan saat di negara
orang. Di mana kita gak bisa menggunakan bahasa lokal dan hanya sedikit
masyarakatnya yang mengerti bahasa Inggris.
Hal ini terlihat saat kita bertiga
mencari makanan halal di 7 eleven dekat aparteman. Memang katanya di sana
menjual makanan berlogo halal yang dapat dihangatkan di tempat. Saat gue
berbelanja di sana dan mulai membayar, ternyata bahasa memang menjadi alat
komunikasi terpenting. Lihat saja, waktu Kenda beli satu buah biskuit coklat
yang terkenal dengan slogannya diputer
dijilat dicelupin itu, ternyata suatu hal tak terduga terjadi. Si kasir
bertanya kepada Sang pembeli menggunakan bahasa Thai. Karena berhubung mereka
gak tahu kita ini bukan masyarakat lokal, Si kasir tetap bertanya sambil
menunjuk-nunjuk biskuit coklat dan membawa satu biskuit coklat lainnya. Kenda
pun malah meng-iya-kan aja perkataan kasir dengan menganggukkan kepalanya.
Akhirnya Sang kasir yang mirip aktor laga mandarin itu justru memasukkan 2
bungkus lagi ke kantung belanjaan kita. Sambil menunggu makanan yang kita
bertiga beli dipanaskan, gue hanya bisa menahan tawa gue di dalam hati.
Takut-takut kalau gue tertawa menggelegar kayak di Indonesia, gue bisa diseret
ke luar minimarket itu dan disangka orang gila. Saat jalan pulang pun, akhirnya
gue gak bisa menahan tawa gue. Gue pun akhirnya bertanya ke Kenda:
“Emang
tadi ngerti apa yang itu kasir omongin, bang?”
“Au,
aku mah ikut-ikut aja dia ngomong apa. Da aku mah apa atuh. Eh, malah
ditambahin 2 lagi.”, jawab Kenda.
“Hahaha....itu
mah mungkin lagi ngasih tahu promo kali. Beli dua gratis satu bungkus. Makanya
ditambahin lagi.”, tambah Intan.
“Wuahahaha....iya
kali ya. Gila, ternyata bahasa itu penting. Untung cuma ditambahin, kalau
artinya lain? I don’t know what will
happen”, sambung gue.
Karena
itulah, mas-mas kasir dan kasir lainnya di minimarket itu sedikit mengenal kita
bertiga karena saking seringnya kita beli makanan dingin di situ.
Lanjut
lagi cerita gue di hari terakhir ini. Hari ini berasa gak kerja, kenapa? Karena
jam kerja RSH di hari jumat ini cuma sampai jam 12 siang karena setelah itu
akan ada simposium besar membahas kasus-kasus yang ada selama seminggu kemarin.
Makanya, kita diperbolehkan untuk pulang.
Saat di subunit bedah saraf gue
bertemu dengan Yossi, teman yang Intan ceritain dua hari lalu. Sedikit
berbincang dan menanyakan rencana pergi Sabtu ini. Hari ini pun hanya
mengobservasi 1 kasus bedah jaringan lunak dan 1 kasus bedah saraf. Jam 12 pun
gak kerasa tiba begitu cepat. Gue dan Kenda pun harus mengembalikan baju OK
pinjeman RSH yang hari Kamis lalu kita dapat, tapi sayang ternyata semua bagian
udah tutup, termasuk bagian pengembalian baju OK di lantai 5 rumah sakit.
Akhirnya
gue dan Kenda mengunjungi Intan yang masih kerja di unit hewan eksotik di
lantai 3. Kembali lagi ke unit ini semakin membuat gue sedih. Setiap sudut yang
mungkin gak akan bisa gue lihat lagi saat gue sudah balik ke Indonesia membuat
perasaan gue sedikit melow. Hari terakhir di RSH itu pun kita tutup dengan sesi
foto bersama staf di unit tersebut. Semoga gue bisa bertemu dengan mereka semua
untuk yang kedua kalinya.
Setelah
semua kegiatan di rumah sakit selesai, kita beranjak ke kantin yang menjual
makanan halal di belakang rumah sakit. Ternyata kita ketemu dengan Salwa dan
Nil, staf universitas. Gue dan Kenda menanyakan mengenai masjid yang mungkin
bisa kita kunjungi buat shalat jumat di minggu ini. Tapi sayangnya, gak ada
masjid dekat lingkungan kampus yang bisa kita kunjungi. Sebagai informasi,
cukup sulit memang kalau harus mencari tempat ibadah umat muslim di sekitaran
Chatuchak, Bangkok. Kalau pun ada, cukup jauh jaraknya dan harus pakai motor
sedangkan waktunya udah mulai. Akhirnya kita memutuskan buat makan siang
bersama Nil dan Salwa. Sontak gue ingat kalau scrub suit milik RSH yang kemarin kita pinjem belum dibalikin. Gue
pun menyerahkan itu ke Nil. Malu memang, tapi mau gimana lagi. Takutnya gue,
Kenda, sama Intan diuber-uber sampai Indonesia, gara-gara kelupaan ngembaliin
barang punya rumah sakit.
Hari
itu ditutup dengan sesi pengabadian gambar di jalanan depan RSH dan dengan
penjual kantin halal yang selalu kita kunjungi tiap makan siang selama ada di
RSH. Karena sangat cepat kita pulang, akhirnya kita pun bingung sendiri mau
ngapain. Tapi kita memutuskan buat kembali ke aparteman dan beristirahat
sejenak. We will not forget all of the
experiences which had been gotten from that veterinary hospital
No comments:
Post a Comment