Rabu,
21 Januari 2015
Hari
terakhir gue berada di unit hewan eksotik. Sedari pagi gue udah menggerutu di
dalam hati, “kenapa cuma tiga hari di unit ini. Gak bisa lebih lama lagi kah?”.
Gue merasa gak ikhlas harus ninggalin unit yang banyak ngasih gue pengalaman
dan pengetahuan ini. Ditambah lagi gue harus berpisah dan gak bisa ngobrol
dengan bebas lagi dengan dokter dan paramedis veteriner di unit ini. Ada dua
paravet (singkatan paramedis veteriner a.k.a perawat hewan) di unit ini. Mereka
adalah seorang wanita dan seorang pria. Sebut saja yang pria bernama Key dan
wanita bernama Annt. Mereka juga banyak membantu gue selama gue di unit itu. Gue
banyak belajar beberapa hal dari mereka. Terutama belajar bahasa dan tulisan
Thailand. Sampai Key bilang, cara gue berbicara bahasanya sudah bisa
disandingkan dengan orang Thai asli. Entah kenapa gue mulai sedikit menyukai
negara ini, dan semua hal tentangnya. Selain belajar dalam bidang kedokteran
hewan, ternyata tanpa gue sadari sudah belajar tentang bahasa dan budaya
mereka. Itulah uniknya belajar di negara orang, tanpa disadari lama-kelamaan
kita akan tertarik masuk oleh daya pikat negara yang kita singgahi dan ditambah
dengan setiap momen yang terlanjur terekam bersama orang-orang di dalamnya. Itu
juga yang membuat gue sedikit enggan buat menyudahi waktu belajar gue di sini.
Ada
satu momen yang buat gue bangga terhadap Indonesia. Momen saat di mana Key
memperkenalkan salah seorang yang mengunjungi unit hewan eksotik buat keperluan
syuting acara yang membutuhkan narasumber seorang dokter hewan eksotik dari RSH
itu. Sebelum syuting dimulai, ada satu mas-mas yang ngobrol dan sedikit
bertanya-tanya ke gue dan Kenda. Dia baru tahu kalau kita bukan orang Thailand
dan mahasiswa magang dari Indonesia. Berawal dari saling menanyakan nama hingga
pada akhirnya dia cerita kalau dia pernah mengunjungi Bali. Saat itu gue sedang
mengenakan baju batik dan ternyata orang itu tahu apa yang gue pakai. Awalnya
dia menunjuk-nunjuk ke leher gue. Gue udah curiga aja, ngomong apa nih orang
pakai nunjuk-nunjuk leher gue segala. Jangan-jangan dia napsu sama gue. Jantung
gue dag dig dug gak karuan.
“What?”, kata gue.
*terus
nunjuk ke leher gue*
“What happen with my scrub?”, tanya gue
lagi. Kali ini gue berpikir dan menunjuk scrub yang gue pakai ke dia.
“No..no...your shirt. I know what is that. Your
national shirt, right?”
“Ohh.....Do you mean this? Batik?”
“Yaa...batik. I know it, but I forget the
name. I ever visited to Bali 4 months ago and I bough it too.”
“Oh I see, because of that you know it.”
Sepertinya
gue harus sedikit mengurangi pikiran negatif gue ke orang. Ternyata dia nunjuk
baju batik yang gue pakai dan bukannya mau menyuruh gue buat buka baju di
depannya *lu nya juga mungkin ke-ge-er-an*. Maafkan gue yang sudah berprasangka
buruk terhadapnya. Dari situ gue bangga bahwa memang batik itu sudah dikenal di
luar Indonesia dan dia pun juga mengakui bahwa batik adalah pakaian nasional
negara kita yang punya corak warna dan bentuk yang epik dan bagus. Dia juga
sempat memuji Bali sebagai destinasi wisata yang keren. Saat gue mengenakan
batik selama 4 hari kerja di sana, banyak orang yang melihat gue. Gue menjadi
pusat perhatian karena batik. I proud
when wearing batik in foreign country J
Namun
setelah gue menghapus segala macam pikiran negatif tentang mas-mas yang ngajak
gue ngobrol tadi. Si Key malah nambahin dengan suatu pernyataan yang membuat
gue mengernyitkan dahi berbulu gue. Dia bilang kalau mas itu gay dan cowok
tambun yang memang sedari tadi juga ada di deketnya dia itu adalah pasangannya.
“WHAAAT.....??? You are just kidding, right?”,
tanya gue dengan nada sopran ketinggian ke Key.
“Hahaha.....yes...yes...I’m just kidding.”
Diikuti dengan gelak tawa Key dan mas-mas itu. Tapi dengan gitu justru gue
penasaran. Gue pernah dengar kalau Thailand itu katanya negara yang terbuka
menerima orientasi seseorang. Pada akhirnya gue menanyakan semua ke Key dan gue
mendapatkan beberapa hal yang mungkin bisa sedikit jadi pelajaran buat gue
pribadi. Katanya memang di negaranya, kaum dengan orientasi yang berbeda dari
kebanyakan orang itu memang diterima di sini. Gak terkecuali gay dan
transgender. Itu sebabnya, banyak pertunjukkan-pertunjukkan ladyboy dan semacamnya di sana karena
sifat keterbukaan masyarakatnya dalam nerima hal-hal yang kayak gitu. Yah
terlepas dari hal tersebut, udah dasarnya bukan kita harus toleransi sama hal
yang berbeda dengan pandangan kita sehari-hari.
Hari
itu pun ditutup dengan sedikit suasana berat hati. Berat rasanya buat bilang
gue harus pamit ke dokter hewan yang ada di situ, ke Annt, dan ke Key. Kalau
aja Doraemon memang ada di dunia nyata, gue mau dia ngeluarin alat yang bisa
manjangin waktu biar gue terus-terusan di sana. Ini ibarat gue lagi main
dingdong trus koin dingdongnya abis tapi gue masih mau naik itu dingdong
*analogi macam apa ini, Rif -_-* Ya....pokoknya gitu. Intinya gue berat buat
ninggalin unit hewan eksotik ini. But....see
you next time all.
No comments:
Post a Comment